Breaking News

Senin, 15 Desember 2014

Setitik Cahaya Rembulan

Oleh: Fuad Akbar Adi

Kau itu adalah bumi, tempat di mana kehidupan itu berada. Tempat yang memerlukan cahaya untuk membuat kehidupan itu benar-benar hidup. Kemudian dia datang, seperti matahari yang membawakan sejuta kehangatan dan mampu menyinarimu sepenuhnya. Berbeda denganku, aku selalu mengikutimu namun tak dapat menghangatkanmu, apalagi menyinarimu seutuhnya. Namun, setidaknya aku mampu memberikan setitik cahaya disaat matahari itu meninggalkanmu kala kegelapan datang. Karena aku adalah bulan.

***

Bel sekolah telah berbunyi tiga kali, pertanda kegiatan pembelajaran di sekolah hari ini telah selesai. Setelah dipersilahkan oleh guru, para siswa berhamburan keluar kelas. Wajah-wajah yang tadinya jenuh dan lusuh kini telah terhapus oleh senyum lebar penuh semangat. Aku pun juga demikian. Kaki ini secara tidak langsung terstimulus melangkah dengan ringan dan tanpa beban. Aku berjalan menuju parkiran sekolah mencari seseorang yang telah lama kukenal. Bersiap-siap untuk menebeng pulang seperti biasa. Sesuatu hal yang rutin aku lakukan sejak SMP.

Sesampai diparkiran orang yang aku cari tak kunjung aku temui. Mataku mulai bergerak sterio menyapu ke segala arah. Lama aku menunggu hingga akhirnya ia datang, namun . . .

“Laras. Hah hah hah. Kamu udah lama nunggu ya?” dengan terengah-engah Restu tiba-tiba sudah ada dibelakangku.

“Eh, gak kok. Baru aja. Emmm, kamu mau?” mataku berpindah fokus melihat seorang perempuan berjalan menghampiri Restu.

“Emm, Laras sori banget, hari ini aku gak bisa pulang sama kamu. Aku ada tugas kelompok, mau ngerjain di rumah Clara. Kamu pulang sendiri ya. Gak papa kan?”

Yah, cewek itu lagi. Sudah kuhitung ini adalah yang kelima kalinya Restu tidak pulang bersamaku gara-gara cewek yang bernama Clara itu. Akhir-akhir ini yang aku rasakan Restu telah berubah semenjak berada satu kelas bersama Clara. Hari-hari kami sudah tak seperti biasanya. Aku tak tahu kenapa. Mungkinkah Restu mencintai Clara? Apakah dia lebih memilih perempuan yang baru ia kenal, dari pada aku yang sudah lebih dulu mengenalnya sejak SD? Walaupun aku tak tahu bagaimana perasaan Restu kepadaku, namun kuakui, sebenarnya sudah sejak SMP aku menaruh hati kepada Restu, akan tetapi beginilah takdir malang seorang perempuan yang tak dapat mengutarakan isi hatinya lebih dulu kepada seorang lelaki yang disukai. Hingga sampai sekarang aku masih memendam perasaan cintaku kepada Restu.

“Emmm, gitu ya. Yaudah deh aku duluan ya” ucapku dengan nada berat dan sedikit kesal.

“Hati-hati ras. Maaf ya” Restu cengar-cengir kikuk.

Berbeda dengan saat aku keluar kelas, kakiku sekarang terasa berat untuk kumelangkah meninggalkan mereka berdua. Rasa sakit hati yang tiada tara saat melihat mereka berdua berboncengan dengan mesra meninggalkan aku yang sendirian terluka oleh sayatan tajam yang merobek hatiku. Sungguh menyakitkan. Kali ini benar-benar menyakitkan. Terutama saat teringat senyum penuh kemenangan Clara yang sudah jelas ditujukan kepadaku tadi. Hingga tak kusadari aku terisak lirih dalam perjalanan pulang.

Perasaan galau dan khawatir terus menyelubungi ruang hatiku ini. Aku takut Restu benar-benar akan meninggalkanku karena dia mencintai Clara. Hal ini sangatlah wajar mengingat sosok Clara yang begitu sempurna. Dia cantik, merupakan salah satu primadona di sekolah ini. Ditambah keahlianya dalam bernyanyi dan bermain musik menambah daya pikatnya sebagai seorang perempuan. Hingga banyak lelaki yang berlomba-lomba ingin mendapatkanya, mungkin Restu juga termasuk salah satunya. Andai mereka benar-benar menjadi pasangan kekasih, sudah jelas mereka akan menjadi pasangan kekasih paling sempurna di sekolah ini. Seorang ketua OSIS yang ganteng dengan perempuan cantik yang pandai bernyanyi dan bermain musik. Sedangkan aku? Apa aku? Mungkin hanya kecerdasanku yang dapat bersaing dengan kelebihan-kelebihan dua mahluk hebat yang aku bicarakan ini. Aku adalah penyandang peringkat satu pararel se-SMA dua kali berturut-turut. Modal inilah yang melancarkanku untuk bisa dekat dengan Restu. Tapi, masalahnya akan sampai kapan Restu membutuhkanku dengan kelebihanku yang sedikit ini? Huh, aku kembali galau dan khawatir mengingat kejadian-kejadian yang terjadi antara aku dan Restu akhir-akhir ini.

Semenjak kejadian itu, aku mulai sadar diri. Aku kini tak pernah lagi meminta Restu mengantarku pulang, dari pada nanti ujung-ujungnya sakit hati lagi, lebih baik aku menahan diri. Aku hanya mau pulang dengan Restu bila dia yang mengajakku. Namun, sepertinya hal ini malah dijadikan kesempatan bagi Restu untuk makin dekat dengan Clara dan menjauh dariku. Jangankan mengajakku pulang, yang terlihat kini malah sepertinya dia benar-benar ingin mempensiunkan aku dari tebenganya. Aku mulai pasrah dan realistis. Memang terlalu cepat rasanya untuk menyerah, seharusnya aku tak boleh begini. Aku harus mempertahankan cintaku apapun yang terjadi. Namun? Yasudahlah aku tak tahu.

***

Detik demi detik terus bergulir tak mau berhenti. Kehidupanku di sekolah kini sudah berbeda dengan dulu. Tak ada lagi nama Restu yang biasanya selalu menemaniku melewati hari-hariku dalam menggapai cita-cita. Semuanya telah berubah total. Setelah lebih dari sebulan kedekatan antara Restu dengan Clara, kini mereka telah resmi jadian. Butuh waktu berminggu-minggu untuk diriku memulihkan peresaan ini dari kegalauan dan sakit hati. Walaupun belum sepenuhnya aku dapat melupakan nama Restu yang tiap kali kuingat selalu menggoreskan kembali rasa sakit.

Aku berhenti berharap

Dan menunggu datang gelap

Sampai nanti suatu saat

Tak ada cinta kudapat

Kenapa ada derita?

Bila bahagia tercipta

Kenapa ada sang hitam?

Bila putih menyenangkan

Sebuah potongan lagu dari Sheila On 7 yang berjudul “Aku pulang” menemani lamunanku malam ini saat aku kembali teringat masa-masa indahku bersama Restu. Kubuka lembar demi lembar catatan harianku. Terkadang aku tersenyum dalam tangis saat membaca beberapa cerita lucuku bersama Restu. Apakah dia lupa dengan semua kenangan yang pernah terjadi dulu?

***

Acara Promnight perpisahan sekolah menjadi saat terakhirku sebagai siswa SMA. Setelah ini aku akan derdomisili di Malang untuk kuliah. Aku tak tahu Restu akan melanjutkan kuliah di mana. Aku juga tidak terlalu perduli. Setelah sejak SMP dan SMA bersama, mungkin ini saatnya kami untuk berpisah.

Tak apalah, endingnya seperti ini. Walau tak sesuai keinginanku. Mungkin ini jalan yang harus aku tempuh dalam kisah percintaanku. Semoga ada laki-laki di Malang sana yang lebih baik dari Restu. Dan tentunya mau menerimaku apa adanya.

Aku masih berjalan dalam lamunan, saat acara perpisahan dinyatakan telah selesai. Menuju gerbang sekolah, menanti jemputan dari ayah. Kucuba mengukir senyum di bibirku saat kubalikan badan dan melihat sekolahku untuk terakhir kalinya sebagai siswi di sini. Namun, aku terkejut saat kulihat seseorang berdiri persis di belakangku. Restu?

“Laras. A a aku mau ngomong” Restu nampak belum siap bicara.

“Hmm? Ngomong apa?”

“Maafin aku ras. Aku telah berubah, aku telah nyakitin perasaanmu?”

“Nyakitin? Kamu gak nyakitin aku perasaan”

“Aku udah tahu semua. Aku tahu perasaanmu ke aku. Erin udah cerita semuanya ke aku, ras”

Ha? Erin? Duh, memang gila itu anak. Tidak bisa jaga rahasia. Erin adalah temen sekelasku. Dia sebenarnya anak yang enak diajak bicara. Aku sering sekali curhat dan meminta pendapatnya. Keputusanku untuk melupakan Restu juga merupakan salah satu solusi yang Erin berikan kepadaku. Aku tahu Erin lumayan dekat dengan Restu karena Erin juga dulunya adalah angota pengurus OSIS. Tapi apa motivasinya hingga menceritakan perasaanku yang sebenarnya kepada Restu. Hal ini membuatku menjadi malu dan canggung kepada Restu.

“Aku minta maaf ras. Aku memang bodoh, meninggalkan perempuan yang paling mengenalku dan mencintaiku dengan tulus demi orang lain yang baru kukenal dan ternyata tidak mencintaiku. Aku menyesal ras” Restu menunjukan ekspresi penyesalanya.

“Ternyata tidak mencintaimu? Maksudnya Clara . . .”

“Iya, Clara tidak benar-benar mencintaiku. Dia hanya memanfaatkan ketenaranku sebagai ketua OSIS untuk mendongkrak kepopuleranya di sekolah ini. Dia selingkuh dengan cowok dari SMA lain. Aku juga tak habis pikir bisa-bisanya aku teperdaya semudah itu. Sumpah aku benar-benar menyesal ras. Kamu mau ya maafin aku?”

Sebenarnya aku masih kesal dengan Restu. Enak saja dia dengan mudahnya meminta maaf begitu saja atas semua rasa sakit yang telah dia tusukan kedalam hatiku. Aku benar-benar geram saat itu, ingin rasanya aku tinggalkan dia begitu saja tanpa sedikitpun kata yang terlontar lagi dari mulutku. Namun entah kenapa semua keinginan itu tak jadi kulakukan. Aku tak boleh emosi, kutarik nafas dalam-dalam mencoba berpikir jernih.

“Oh, gak papa kok. Udah tak maafin. Aku duluan ya, udah ditunggu ayah di depan gerbang”

“Laras. Tunggu!”

Aku terkejut. Hatiku bergetar begitu kencang seperti genderang perang, saat kurasakan tangan Restu memegang tanganku dengan erat. Apa yang akan dia lakukan?

“Aku mencintaimu ras. Sebenarnya sudah dari dulu aku mencintaimu. Kau memang bukan perempuan sempurna yang aku idamkan. Namun, ketulusan cintamu membuat hatiku luluh. Jangan tinggalkan aku. Kamu maukan menjadi kekasihku”

What! Apa aku tidak salah dengar? Restu menembakku! Awalnya aku tak percaya dengan semua yang telah terjadi barusan, kucubiti pahaku dengan tangan yang satunya, memastikan bahwa yang terjadi ini bukan mimpi. Ternyata benar ini bukan mimpi. Rasa senang bergelayut dalam hatiku, tetapi aku tak mau begini. Aku tak akan menerimanya. Aku sudah memutuskan jalanku sendiri untuk hidup tanpa Restu lagi.

“Maaf, tapi kesannya kok aku seperti pelarian saja. Aku tidak mau seperti itu. Aku sudah punya keputusan sendiri, tapi maaf sekali lagi aku tak bisa menerimamu”

“Nggak ras, kamu salah paham. Aku tak bermaksud menjadikanmu sebagai pelarian. Bukan itu maksudku”

“Iya, tapi maaf apa pun itu, aku tetap tidak akan menerimamu, itu keputusanku Restu. Aku pergi dulu, semoga kita bisa bertemu lagi”

Sekuat tenaga aku melepaskan genggaman Restu. Aku berlari sambil menahan tangis. Aku adalah bulan, bukan matahari. Cahayaku terlalu redup untuk menyinarimu. Namun,seandainya kau tahu dari dulu. Setidaknya aku mampu memberikan setitik cahaya disaat matahari itu meninggalkanmu kala kegelapan datang. Karena aku adalah bulan.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By