Breaking News

Sabtu, 13 Desember 2014

Penulis Malam

Oleh: Fuad Akbar Adi

Malam yang aneh. Tidak seperti biasanya, tak terlihat bintang-bintang dan bulan di langit pada malam ini. Di mana mereka bersembunyi? Padahal tak terlihat juga ada mendung yang menutupi cahaya mereka. Hanya suara angin yang berhembus keras yang masih setia menemani malam mengarungi romantika kehidupnya.

Malam makin larut, sambil mengamati sekitarku, kutengok arlojiku telah menunjukan pukul 23.50. Sebentar lagi akan berganti hari, namun aku masih belum puas menikmati malam yang aneh ini. Sambil menenggak bir, aku masih terpaku mengamati orang-orang yang makin larut malah makin banyak berdatangan ke diskotik ini. Mereka masuk, minum bir sambil menghisap rokok kemudian bernyanyi dan berjoget sesuka hati. Mereka nampak senang dan ceria, seperti tidak meliki beban atau masalah dalam kehidupan mereka. Atau mungkin karena saking banyaknya beban dan masalah yang mereka miliki dan mereka tidak dapat menghadapinya, kemudian mereka lari dari kenyataan dengan pergi ke diskotik ini. Hah, entahlah aku tak terlalu pandai menganalisis masalah orang. Aku hanya bisa menuangkan masalah orang dalam sebuah tulisan-tulisan.

Saat pikiranku masih fokus mengamati setiap gerak-gerik orang di sekitarku, tiba-tiba seorang pria tampan datang menghampiriku. Wajahnya tak terlalu asing, bukan tak terlalu asing lagi melainkan aku sangat mengenal wajah itu. Ben, jelas dia adalah Ben. Mantan kekasihku yang telah memutuskanku setengah tahun yang lalu.

“Hai, Nayla. Kebetulan sekali kita ketemu. Apa kabar? Sudah lama sekali kita tidak berjumpa semenjak putus” sapa Ben tanpa dosa seolah-olah dia lupa dengan apa yang sudah ia perbuat kepadaku.

“Tentu saja lama, itu karena memang aku tidak ingin lagi bertemu denganmu, brengsek!” balasku ketus.

“Hai-hai santai dong. Jangan galak gitu, yang lalu biarlah berlalu. Kita memang sudah tidak sejalan lagi, putus adalah jalan terbaik bagi kita. Ayolah Nay, maafkan aku. Aku hanya ingin tahu bagaimana kabarmu” ekspresi Ben masih santai namun sedikit lebih serius.

Sebenarnya aku juga sependapat dengan ucapan terakhirnya tadi. Hubunganku dengan Ben memang sudah sepantasnya berakhir. Kami memang sudah tidak sejalan lagi. Namun, hanya saja yang sedikit menyakitkan adalah setelah putus denganku, kuketahui Ben menjalin hubungan baru dengan teman dekatku, Juli. Mungkin sebenarnya itu boleh-boleh saja. Mungkin saja mereka baru menjalani kisah asmaranya setelah Ben putus denganku. Akan tetapi, entah mengapa aku belum bisa menerima mereka sepenuhnya.

“Ngapain loe di sini sendirian? Mana Juli?” tanyaku masih dengan nada ketus.

“Oh, e a anu. Juli . . .”

“Juli kenapa woy?!”

“Begini Nay, sebenarnya aku ke sini dan bisa bertemu denganmu bukan kebetulan semata. Aku memang sengaja pengen ketemu kamu. Ada sesuatu yang ingin kubicarakan”

“Hah, maksudnya?”

“Aku mau tanyak. Apa benar kalian dulu adalah pasangan lesbi?”

Sungguh, pertanyaan Ben begitu menusuk ulu hatiku. Membuatku sesak nafas mendengarnya. Dari mana dia tahu kalau kami dulu adalah pasangan lesbi? Aku malu sekaligus bingun harus menjawab apa. Memang, dulu aku dan Juli pernah menjalin hubungan lesbi. Ceritanya saat itu aku yang seorang anak berlatar belakang keluarga broken home, kabur dari rumah dan memilih hidup di jalanan sebatang kara. Sebelum akhirnya di suatu malam aku bertemu dengan Juli. Dia yang lebih tua dua tahun dariku lebih mandiri dan dewasa. Dia meiliki pekerjaan tetap sebagai pegai hotel. Kemudian, mungkin karena merasa kasihan denganku dia membawaku ke kosnya, lalu mengasuhku dan menganggapku sebagai adiknya sendiri.

Awalnya kehidupan kami sama layaknya kakak adik beneran. Namun, entah aku tidak tahu lama kelamanan rasa sayang sebagai seorang kakak adik berubah menjadi rasa sayang layaknya sebagai sepasang kekasih. Semuanya berjalan begitu saja dengan cepat. Tiba-tiba saja kami telah menjadi pasangan lesbian. Hal itu sudah berjalan selama setahun lebih, bahkan hubungan itu masih berlanjut saat aku telah menjadi kekasih Ben. Kini sekarang Ben bertanya padaku, apakah aku dan Juli merupakan pasangan lesbian.

“Hai, jangan bengong aja. Jawab pertanyaanku Nay! Bener nggak?” Ben mulai tidak sabar.

“Emmm, tapi itu dulu Ben. Sekarang aku sudah tidak manjalin hungungan itu lagi dengan Juli. Bahkan semenjak loe jadian ama Juli, aku sudah tidak pernah lagi bertemu dengannya” aku tak terlalu yakin dengan jawabanku.

“Jadi benar ya” Ben mendekatkan wajahnya ke wajahku dengan tatapan bak singa mau menerkam mangsanya.

Kulihat gelagat Ben menunjukkan asumsi negatif terhadap diriku. Pasti dia beranggapan akulah yang telah membuat Juli menjadi pasangan lesbian. Jelas, pasti dia beranggapan seperti itu. Akhirnya, sebelum Ben menginterogasiku lebih detail kujelaskan semua yang telah terjadi secara perlahan. Kuceritakan dari awal mula aku bertemu dengan Juli sampai kami akhirnya menjadi pasangan lesbian.

“Sekarang kau sudah paham kan? Aku telah meninggalkan semuanya, aku bukan lagi seorang lesbian” Kuperjelas statusku setelah selesai menceritakan semua yang dulu pernah terjadi antara aku dan Juli.

“Tapi, kenyataannya walaupun kau telah berubah, baru-baru ini aku ketahui Juli masih seorang lesbian”

“Dari mana kau tahu?”

“Tak perlu kujelaskan, pokoknya kau harus membantuku membuat Juli kembali menjadi wanita normal, Nay. Kamu bisa bantu aku kan?” pinta Ben dengan ekspresi wajah mengiba.

Aku tak langsung mengiyakan permintaan Ben. Aku berada dalam dua pilihan, pertama jika aku mengingat rasa sakit yang dulu aku alami berkat hubungan mereka, pasti aku akan menolak. Pilihan kedua, Juli adalah sahabatku dulu, dia orang yang berjasa banyak terhadap kehidupanku di dunia ini. Dulu kami sama-sama terjebak dalam lingkaran kesesatan. Sekarang aku mampu lepas dari lingkaran itu, dan aku juga berharap semoga Juli pun mengikuti jejakku.

“Ayolah Nay, kutahu dulu aku pernah menyakitimu, namun kumohon kesampingkanlah hubungan kita yang dulu. Biar bagaimana pun Juli dulu pernah hidup bersamamu juga. Aku yakin kau mampu mengubahnya” Ben memohon-mohon kepadaku. Tanganku digenggamnya erat seperti saat dia dulu pernah menyatakan cintanya padaku.

Mendadak mendengar permohonan dari Ben yang nampak tulus membuat hatiku terenyuh. Tidak ada alasan konkrit yang mampu aku lontarkan untuk menolak permohonan Ben. Aku putuskan membantunya. Baru-baru aku mengiyakan permohonan Ben, kemudian ia menceritakan keadaan Juli saat ini. Juli sekarang berada di panti rehabilitasi narkotika, ternyata selain dia tetap menjadi lesbian, kini Juli juga menjadi pengguna obat-obatan terlarang. Rasa sedih, kecewa, dan bersalah campur aduk di dalam hatiku kala mendengar cerita dari Ben barusan.

Semoga dengan rencanaku besok akan menjengutnya, bisa membatu Juli lepas dari belenggu kegelapan yang menyelimuti kehidupanya. Ingin kuceritakan apa yang telah kulalui sehingga kumampu lepas dari jalan sesat yang dulu pernah kutempuh. Malam ini akan kutulis cerita malam yang pernah aku lalui, kemudian besok akan kupersembahkan kepada Juli. Semoga tulisanku dapat menginspirasinya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By