Breaking News

Senin, 04 September 2017

REVIEW NOVEL TAN KARYA HENDRI TEJA

Oleh: Fuad Akbar Adi


O, hatimu beku, serta jiwamu yang lelah

Tak henti lawan dunia, dengan mimpi besar untuk cinta

Dan jalanmu ‘tuk pulang, di ujung waktu kan ada cahaya

Itulah aku, raihlah mimpimu


Nukilan lirik lagu Sunset di Tanah Anarki, ciptakan SID barangkali adalah isyarat dari penulis untuk memperingatkan pembacanya betapa anarkinya tiap cerita tentang The Forgotten Founding Father-kita yang akan mengoyak sisi patriotisme yang paling dalam. 

Yups, pertama yang terlintas setelah menuntaskan novel ini adalah simpulan bahwa ada semacam persamaan kronologi dengan tetralogi Pulau Buru-nya Pram. Tan tak langsung mengisahkan sosok Tan Malaka yang kita kenal lewat segala perjuangannya, melainkan kita diajak terjun lebih dulu mengenal sosok Tan muda dalam diri Ibrahim, nama asli Tan Malaka. Kisah pergolakan batin Tan meronta akan takdirnya dan perlawanannya menentang adat-istiadat demi harapan yang lebih terang untuk bangsanya menjadi bumbu manis yang antimainstream yang akan dijumpai pada awal novel ini.. Dugaan saya selain karena ingin mengisahkan sosok Tan lebih detail penulis juga punya misi menjabarkan latar belakang pemikiran Tan sejak dini. Serupa dengan Bumi Manusia, Minke pun dikisahkan Pram lewat sosok Raden Mas Minke remaja yang belajar di sekolah elit Belanda yang kemudian menjadi sumber pemikiran radikalnya. Gaya kronologi semacam ini manarik bagi saya sebab secara tidak langsung memaksa kita untuk peka dalam menyelami perubahan perspektif karena faktor perubahan usia tokoh yang karena lagi jalan ceritanya yang meloncat-loncat. 

Lucunya, secara karakter tokoh, kita seakan dipaksa untuk mengubah pandangan kita terhadap Tan Malaka yang selama ini dianggap misterius dengan kepribadian serius menjurus ambisius. Beberapa kali Tan digambarkan sebagai seorang yang kocak dan cukup humoris bahkan hal semacam itu dapat tercermin hanya melalui umpatan-umpatan kekesalannya pada Belanda dan palarian-pelariannya. Meskipun tetap saja karakter ambisius dan keras kepala adalah yang paling dominan yang tertangkap pada sosok Tan Malaka. 

Akan tetapi, bagian terbaik dari novel Tan ini bagi saya bukan pada kisah heroik Tan Malaka memperjuangkan bangsanya melainkan pada kisah asmaranya. Hal ini sebenarnya telah tersirat dalam nukilan cerita pada cover belakang yang menandakan penulis sengaja mengisahkan percintaan Tan dalam bagian utama cerita dan bukan sekadar bumbu pemanis belaka. Namun, saya ingatkan bagi yang belum membaca jangan berekspektasi terlalu tinggi dan membayangkan akan menemui kisah romantis percintaan seorang pribumi dengan noni Balanda yang berujung bahagia seperti film zaman kecil dulu Samson dan Delilah yang diperankan Suzana itu. No!!! Kisah cinta Tan begitu pahit. Saya sampai sesak kalo mengingat-ingat kembali ending-nya. Saya bahkan brani mengatakan kisah cinta Tan lebih pahit ketimbang Minke dan Annelis-nya Bumi Manusia atau Teto dan Larasati-nya Burung-burung Manyar. Baca sendiri deh. Sebagai bahan spoiler saya hanya akan memberikan sebuah nukilan dari kisah cinta pahit itu. Huhu ☹

"Ada perbedaan mendasar antara pertemuan sahabat lama dengan kekasih lama. Kalimatmu tepat bila ditujukan pada pertemuan dengan sahabat lama, sedangkan pertemuan dengan kekasih lama? Sungguh aku ragu. Tindakan itu serupa meneguk air laut. Kau akan tetap kehausan." 

-halaman 287 

Oke, sampai di sini saja barangkali. Novel sejarah ini begitu mengasyikkan tentu saja. Sangat rekomendasi untuk dibaca karena jelas novel berbeda dengan buku biografi. Akan ada banyak hal baru, sisik-melik kehidupan yang disuguhkan seputar sosok bapak bangsa yang terlupakan. Sedikit kritikan saja, barangkali yang menjadi kekurangan dalam novel ini ketika entah disengaja atau tidak penulis seringkali kurang tepat menaruh diksi yang saya pikir tidak sesuai porsi makna dari diksi tersebut. Contohnya seperti kata “kerling/mengerling” yang sebenarnya punya makna terbatas tapi terus saja digunakan dalam banyak adegan yang saya rasa berbenturan dengan kata “Menatap”, “Melihat”, dan “Melirik”. Cukup itu saja, selebihnya dimonggo hajar langsung buku ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By