Breaking News

Jumat, 12 Desember 2014

Kata Benda




B.           Kategori Nomina

1.           Batasan dan Ciri Nomina
Nomina, yang sering juga disebut kata benda, dapat dilihat dari tiga segi, yakni segi semantis, segi sintaktis, dan segi bentuk. Dan segi semantis, kita dapat mengatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, kata seperti guru, kucing, meja, dan kebangsaan adalah nomina. Dari segi sintaktisnya, nomina mempunyai ciri-ciri tertentu.
1.     Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan dalam kalimat Pemerintah akan memantapkan perkembangan adalah nomina. Kata pekerjaan dalam kalimat Ayah mencarikan saya pekerjaan adalah nomina.
2.         Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. Kata pengingkarnya ialah bukan. Untuk mengingkarkan kalimat Ayah saya guru harus dipakai kata bukan: Ayah saya bukan guru.
3.         Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun dengan diantarai oleh kata yang. Dengan deniikian, buku dan rumah adalah nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah mewah atau buku yang baru dan rumah yang mewah.

2.           Nomina dari Segi Perilaku Semantisnya
Tiap kata dalam bahasa mana pun mengandung fitur-fitur semantik yang secara universal melekat pada kata tersebut. Nomina tidak terkecualikan. Makna vang dalam bahasa Indonesia dinyatakan oleh kata seperti kuda dalam budaya mana pun memiliki fitur-fitur semantik yang universal; misalnya, kakinya yang empat, adanya mata yang jumlahnya ada dua, warna tubuhnya yang bisa hitam, putih, coklat, atau abu-abu.
Jalur semantik tampaknya hanya bersifat kodrati dan sering tidak diperhatikan. Akan tetapi, fitur-fitur seperti ini penting dalam bahasa karena penyimpangan dan sifat kodrati ini akan menimbulkan keganjilan. Karena warna badan kuda hanya bisa hitam, putih, cokelat, atau abu-abu (dan mungkin pula belang­belang atau campuran dari warna-warna itu), maka sangatlah aneh bila kita berkata Kuda saya hijau karena fitur semantik hijau tidak ada pada kuda Demikian pula halnya dengan fitur mata. Sangatlah lumrah kalau orang berkata Kuda saya ada belangnya. Akan tetapi, sangat ganjil kalau kita berkata Kuda saya ada matanya karena mata merupakan bagian yang talc terpisahkan dari pengertian kuda.
Fitur semantik untuk kuda mencakup pula pelbagai kegiatan yang bisa dilakukan oleh kuda seperti berdiri, lari, jatuh, dan makan. Ada kegiatan-kegiatan lain yang tidak dilakukan oleh kuda seperti berdoa, membaca, dan merokok.
Kata jeruk, misalnya, mengandung fitur semantik yang mencakup, antara lain, warna, ukuran, berat, dan bentuk yang bundar. Tidak ada jeruk yang bentuknya memanjang. Kalau sekarang kegiatan seekor kuda dikaitkan dengan jeruk lalu kita ciptakan kalimat
(1) Kuda hijau saya merokok selusin jeruk.
maka kita lihat bahwa dari segi sintaksis kalimat (1) di atas memenuhi semua persyaratan sebagai kalimat. Akan tetapi, dari segi makna atau semantik kalimat (1) tidak bisa diterima karena (a) tidak ada kuda yang berwarna hijau,(b) kalaupun ada, kuda tidak melakukan perbuatan merokok, dan (c) kalaupun ada kuda yang merokok, bukan jeruk yang dirokok.
Perhatikan pentingnya kita menyadari adanya fitur semantik yang kodrati pada kata seperti pada contoh berikut: meja, laci, dan rumah. Meja adalah suatu benda yang secara kodrati memiliki permukaan yang rata. Sebaliknya, laci adalah suatu benda yang mengandung rongga; dan rumah adalah suatu rongga (atau ruangan) pula, tetapi dengan ukuran yang jauh lebih besar daripada laci. Karena sifat­sifat seperti ini, frasa di meja pada umumnya diartikan sebagai di atas meja. Dengan kata lain, di meja dan di atas meja mempunyai makna yang sama. Kata laci juga mempunyai perilaku semantik yang paralel dengan meja. Karena laci mengandung fitur "rongga", frasa di laci sama maknanya dengan iii dalam laci. Tidak mungkin di lad diartikan sebagai di atas laci. Pengertian adanya rongga bisa pula menyangkut besar-kecilnya rongga tersebut. Sebuah rumah mempunyai rongga (ruangan) yang tentunya jauh lebih besar daripada laci. Kenyataan ini menyebabkan adanya perbedaan makna antara di rumah dengan di dalam rumah.
Dari ketiga contoh ini saja tampaklah bahwa pemakaian preposisi di, di dalam, dan di atas dipengaruhi oleh fitur semantik yang ada pada nomina porosnya. Suatu benda yang rata seperti meja tentunya tidak mempunyai rongga untuk penyimpanan dan, akibatnya, tidak mungkin dapat digabung dengan preposisi dalam. Frasa *di dalam meja tidak bisa kita terima. Sebaliknya, laci dan rumah mempunyai rongga dan juga mempunyai tempat di mana sesuatu dapat berada di atasnya. Karena itu, baik di, dalam, maupun atas dapat semuanya dipakai tentunya dengan makna yang berbeda-beda.
Karena bahasa tumbuh dalam suatu masyarakat yang memiliki budaya tersendiri, maka kata-kata dalam bahasa sering pula dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang bersangkutan. Kata dalam bahasa mengandung fitur-fitur semantik yang sifatnya konvensional, yakni yang tumbuh dari tata budaya setempat. Misalnya, karena dalam tata budaya Indonesia peran lelaki lebih dominan daripada peran wanita, nomina seperti gadis dapat melakukan banyak perbuatan, tetapi ada pula perbuatan yang umumnya tidak dilakukan oleh seorang wanita. Karena kendala semantik ini, kalimat (2) tidak lumrah; kalaupun dipakai ada makna tambahan yang muncul seperti keagresifan atau kekayaan gadis tersebut. Alih-alih kalimat (2), orang umumnya memakai kalimat (3) atau (4).
1)                       Gadis itu akan mengawini Achmad minggu depan.
2)                       Gadis itu akan kawin dengan Achmad minggu depan.
3)                       Achmad akan mengawini gadis itu minggu depan.

3.      Nomina dari Segi Perilaku Sintaktisnya
Dengan mempertimbangkan fitur semantiknya, uraian tentang nomina dari segi perilaku sintaktisnya berikut ini akan dikemukakan berdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa ada frasa nominal, nomina berfungsi sebagai inti atau poros frasa. Sebagai inti frasa, nomina menduduki bagian utama, sedangkan pewatasnya berada di muka atau di belakangnya. Bila pewatas frasa nominal itu berada di muka, pewatas ini umumnya berupa numeralia atau kata tugas.
Contoh:
lima lembar
seorang guru
beberapa sopir
bukan jawaban
banyak masalah
Kalau pewatas berada di belakang nomina, frasa nominal dapat berupa urutan dua nomina atau lebih atau nomina yang diikuti oleh adjektiva, verba, atau kelas kata yang lain. Dengan kata lain, nomina yang merupakan inti frasa itu diikuti oleh pewatas yang berupa nomina, adjektiva, verba, atau kelas kata yang lain.
Contoh:
masalah penduduk
buku catatan
uang saku bulanan
kelas ringan
pendapat yang aneh istilah baru
pola berpikir
keluarga berencana
tabungan berjangka
rumah kita
masa kini
perbuatan itu
Nomina jugs digunakan dalam frasa preposisional. Dalam frasa preposisional ini, nomina bertindak sebagai poros yang didahului oleh preposisi tertentu.
Contoh:
di kantor
ke desa
dari markas untuk adikmu pada
masa itu
Baik sebagai nomina tunggal maupun dalam bentuk frasa, nomina dapat menduduki posisi (a) subjek, (b) objek, (c) pelengkap, atau (d) keterangan.
Contoh:
a.        Manusia pasti mati. Masalah penduduk memerlukan penanganan yang serius. Penjarahan bulan Mei tahun 1998 itu memalukan bangsa.
b.        Swastanisasi membutuhkan uang. Perusahaan kami sedang mencari manajer yang terampil. Demokrasi memerlukan keterbukaan.
c.        Petani mulai segan bertanam padi. Itu baru merupakan suatu pendapat. Dia menyerupai ibunya.
d.       Mereka akan datang Minggu pagi. Di belakang rumah tumbuh pohon beringin yang besar. Kami baru raja kembali dari Padang.
Agar suatu nomina atau frasa nominal dapat berfungsi dengan baik, diperlukan adanya keserasian semantik antara nomina atau frasa nominal tersebut dengan predikat atau unsur-unsur lain yang terlibat. Misalnya, predikat merokok memerlukan subjek nomina yang mempunyai fitur semantik bernyawa dan manusia. Karena itulah kalimat (1) mengenai kuda yang merokok itu kita tolak atau kita anggap aneh.







4.       Nomina dari Segi Bentuknya
Dilihat dari segi bentuk morfologisnya, nomina terdiri atas dua macam, yakni (1) nomina yang berbentuk kata dasar dan (2) nomina turunan. Penurunan nomina ini dilakukan dengan (a) afiksasi, (b) perulangan, atau (c) pemajemukan. Secara skematis, nomina bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.


a)    Nomina Dasar
Nomina dasar adalah nomina yang hanya terdiri atas sate modern. Berikut adalah beberapa contoh nomina dasar yang dibagi menjadi nomina dasar umum dan nomina dasar khusus.
a Nomina Dasar Umum
gambar                                       tahun
meja                                                          pisau
rumah                                        tongkat
malam                                                       kesatria
minggu                                                     hukum

b, Nomina Dasar Khusus
adik                                                          Bawuk                                    paman
atas                                                           Farida                                      Pekalongan
batang                                                     Selasa                                      Pontianak
bawah                                                     butir                                        Kamis
dalam                                                                                    muka                                      Maret
Jika kita perhatikan benar kategori nomina itu, baik yang dasar maupun yang turunan, maka akan kita sadari bahwa di balik kata itu terkandung pula konsep semantis tertentu. Nomina dasar umum malam, misalnya, tidak mempunyai ciri makna yang mengacu ke tempat. Sebaliknya, nomina dasar umum meja dan rumah mengandung makna tempat. Dengan demikian, kita dapat membentuk kalimat seperti Letakkanlah penamu di meja, tetapi kita tidak dapat membentuk kalimat *Letakkanlah penamu di malam. Acapkali makna suatu verba mempengaruhi pula arti preposisi seperti di atas. Kalimat Dia memasukkan ketimun ke kulkas sama maknanya dengan Dia memasukkan ketimun ke dalam kulkas. Akan tetapi, pengertian ke dan ke dalam itu berubah jika verbanya, misalnya, melemparkan. Perhatikan perbedaan kedua kalimat berikut: Dia melemparkan ketimun ke kulkas dengan Dia melemparkan ketimun ke dalam kulkas.

Nomina dasar umum malam, minggu, dan tahun tidak memiliki ciri semantis yang mengacu pada tempat, tetapi mengacu pada waktu. Karena ciri inilah maka nomina seperti itu dapat menjadi keterangan waktu: malam Senin, minggu depan, tahun 1998. Sebaliknya, kodrat nomina seperti pilau dan tongkat memungkinkan kita untuk mengacu pada alat untuk melakukan perbuatan. Karena itu, kita dapat memakainya sebagai keterangan alat: dengan pisau, dan tongkat. Selanjutnya, nomina seperti kesatria dan hukum tidak memiliki ciri semantis tempat, waktu, ataupun alat, tetapi memiliki ciri yang mengacu pada cara melakukan perbuatan. Dengan demikian, kita memperoleh frasa yang menjadi keterangan cara seperti secara kesatria dan secara hukum.
Ciri semantis yang melekat secara hakiki pada tiap kata sangatlah penting dalam bahasa karena ciri itulah yang menentukan apakah suatu bentuk dapat diterima oleh penutur asli atau tidak. Pembolak­balikan contoh di atas akan menyebabkan kita menolaknya. Bentuk yang berikut tidaklah dapat kita terima: *secara minggu, *secara tongkat, *dengan tahun, atau *di atas tahun.
kelompok nomina dasar khusus di atas kita temukan bermacam-macam subkategori kata dengan beberapa fitur seman­tiknya.
1.     Nomina yang diwakili oleh atas, dalam, bawah, dan muka mengacu pada tempat seperti di atas, di bawah, di dalam. Frasa preposisional ini juga dapat bergabung dengan nomina lain sehingga menjadi preposisi gabungan seperti di atas atap, di bawah meja, di dalam rumah.
2.     Nomina yang diwakili oleh Pekalongan dan Pontianak mengacu pada nama geografis.
3.     Nomina yang diwakili oleh butir dan batang menyatakan penggolongan kata berdasarkan bentuk rupa acuannya secara idiom atis.
4.     Nomina yang diwakili oleh Farida dan Bawuk mengacu pada nama diri orang.
5.     Nomina yang diwakili oleh paman dan adik mengacu pada orang yang masih mempunyai hubungan kekerabatan.
6.     Nomina yang diwakili oleh Selasa dan Kamis mengacu pada nama hari.
Secara sepintas pembagian seperti itu tidak berguna; tetapi jika kita perhatikan benar perilaku bahasa pada umumnya dan bahasa Indonesia pada khususnya, kita akan tahu bahwa pengertian mengenai ciri semantis kata sangatlah penting. Jika ada kalimat yang melanggar ciri semantis, kalimat itu akan kita tolak, kita beri arti yang unik, atau kita anggap aneh. Perhatikan pelanggaran ciri semantis dalam ketiga kalimat berikut.
1)        Selasa melempari rumah itu.
2)        Yang datang ke rapat hanya tiga butir.
3)      Pak Nurdin akan mengawini adik kandungnya sendiri.
Kalimat (5) kita tolak karena Selasa sebagai nomina mengacu pada waktu sehingga tidak mungkin dapat bertindak sebagai subjek dalam kalimat itu. Jika kalimat (6) mempunyai arti, nomina butir mempunyai pengertian khusus pada orang yang datang ke rapat. Sekalipun gramatikal, kalimat (7) dalam budaya kita sangatlah aneh karena dalam ciri semantis adik kandung menyiratkan pengertian bahwa orang boleh kawin dengan seseorang yang bukan kakak, adik, paman, ayah, atau kakeknya sendiri.
Dari gambaran di atas jelaslah bahwa ciri semantis untuk tiap kata dalam bahasa sangat penting dan mempunyai implikasi sintaktis yang membuat penutur asli memiliki kemampuan untuk menilai keberterimaan suatu kalimat atau tuturan.
b)      Nomina Turunan
Nomina dapat diturunkan melalui afiksasi, perulangan, atau pemajemukan. Afiksasi nomina adalah suatu proses pembentukan nomina dengan menambahkan afiks tertentu pada kata dasar. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penurunan nomina dengan afiksasi adalah bahwa nomina tersebut memiliki sumber penurunan dan sumber ini belum tentu berupa kata dasar. Nomina turunan seperti kebesaran memang diturunkan dari kata dasar besar sebagai sumbernya, tetapi pembesaran tidak diturunkan dari kata dasar yang sama, besar, tetapi dari verba membesarkan.
Sumber sebagai dasar penurunan nomina ditentukan oleh keterkaitan makna antara sumber tersebut dengan turunannya. Kebesaran bermakna keadaan besar' karena itu, kebesaran diturunkan dari adjektiva besar. Akan tetapi, makna pembesaran berkaitan dengan perbuatan membesarkan, bukan dengan `keadaan besar. Karena itu, pembesaran diturunkan bukan dari adjektiva besar, tetapi dari verba membesarkan.
Proses yang sama juga terjadi pada penurunan nomina-nomina lain seperti terlihat dalam contoh-contoh berikut.
Karena keterkaitan makna merupakan dasar untuk menentukan sumber, maka dalam kebanyakan hal tiap nomina turunan mempunyai sumbernya sendiri-sendiri. Nomina turunan seperti pertemuan dan penemuan, misalnya, tidak diturunkan dari sumber yang sama, yakni, temu, tetapi dari dua verba yang berbeda. Pertemuan diturunkan dari verba bertemu, sedangkan penemuan dari verba menemukan. Penemuan juga tidak diturunkan dari verba menemui karena antara menemui dengan penemuan tidak ada keterkaitan makna.
Dalam bahasa Indonesia sering ada dua verba yang maknanya sangat dekat. Verba membesarkan dan memperbesar, misalnya, sama-sama mengandung makna 'menyebabkan sesuatu menjadi besar atau lebih besar.' Karena hal seperti ini, maka nomina turunan pembesaran tidak mustahil diturunkan baik dari verba membesarkan maupun memperbesar.
Di pihak lain, bahasa Indonesia kontemporer juga menunjukkan adanya kecenderungan untuk memunculkan bentukan-bentukan baru sesuai dengan kebutuhan. Tampaknya karena adanya perbedaan makna yang halus antara verba dengan meng- dan memper-, maka kini ada nomina yang hanya berkaitan dengan verba memper-:nomina pemersatu, pemerkaya, dan pemerhati masing-masing diturunkan dari verba mempersatukan, memperkaya, dan memperhatikan.

Sejauh mana kedekatan makna dua verba untuk menjadi sumber penurunan nomina tidak mudah ditentukan. Verba menjual, menjualkan, dan menjuali, misalnya, jelas mempunyai makna yang berdekatan. Namun, nomina penjualan harus dianggap sebagai turunan hanya dari verba menjual saja karena makna penjualan tidak menyangkut pengertian benefaktif (menjualkan) maupun iteratif (menjuali).
Dan contoh-contoh di atas tampaklah bahwa nomina turunan dibentuk dari verba atau adjektiva sebagai sumbernya. Meskipun proses ini adalah proses yang paling umum, ada pula nomina yang diturunkan dari kelas kata yang lain. Hal ini terjadi bila nomina dari kelas kata yang lain itu tidak mempunyai verba. Nomina perempatan, misalnya, diturunkan dari numeralia empat; demikian pula halnya dengan nomina pertigaan yang diturunkan dari numeralia tiga.
Dalam kasus yang lain, bisa saja kata dari kelas kata tersebut mempunyai verba, tetapi maknanya tidak berkaitan dengan nomina yang diturunkan. Kata dasar nomina raja, misalnya, memang mempunyai verba merajakan dan merajai. Nomina turunan kerajaan tidak berkaitan makna dengan kedua verba itu, tetapi dengan kata dasarnya, raja. Karena itu, nomina kerajaan tidak diturunkan dari verba merajakan atau pun merajai, tetapi dari nomina raja. Demikian pula dengan kata kelurahan dan kecamatan yang masing-masing diturunkan dari nomina lurah dan camat.
c)     Afiks dalam Penurunan Nomina
ada dasarnya ada tiga prefiks dan satu sufiks yang dipakai untuk menurunkan nomina, yaitu prefiks ke-, per-, dan peng-serta sufiks -an. Karena prefiks dan sufiks dapat bergabung, seluruhnya ada tujuh macam afiksasi dalam penurunan nomina:
(1)      ke-            (5) peng‑
(2)    per-    (6) per-an
(3)    peng-  (7) ke-an
(4)      -an
Prefiks per- mempunyai tiga alomorf, yakni per-, pel-, dan pe-. Prefiks peng- mempunyai enam alomorf: pem-, pen-, peny-, peng, penge­, dan pe-. Karena prefiks per- ataupun peng- mempunyai alomorf yang wujudnya sama, yakni pe-, maka dalam menentukan keanggotaan prefiks ini kita harus hati-hati. Nomina berikut diturunkan dengan memakai dua prefiks yang berbeda meskipun ujudnya sama:
(a)  pewaris
  pelukis                       àpe- adalah alomorf dari peng‑
  pemasak
(b)  pedagang
  petani                        àpe- adalah alomorf dari per‑
  petinju
Kelompok (a) diturunkan melalui proses morfofonemikyangteratur, yakni bahwa di muka fonem seperti 1w, 1, m/ prefiks peng- berubah menjadi pe-. Kelompok (b) diturunkan melalui proses morfonemik yang tidak teratur. Bentuk pedagang, misalnya, diturunkan dari verba berdagang yang mengandung fonem /r/. Namun, dalam proses pertumbuhan bahasa Indonesia banyak kata yang tidak lagi memiliki fonem /r/ ini dalam bentuk nominanya.
Di samping prefiks dan sufiks di atas, ada pula infiks meskipun kini sudah tidak produktif lagi. Infiks-infiks ini adalah: -el-, -er-, -in-, dan - em- . Karena adanya kontak dengan bahasa-bahasa lain, kini bahasa Indonesia juga memiliki afiks-afiks yang berasal dari bahasa asing: -wan, -wati, -at, -in, -isme, -(is)asi, -logi, dan -tas.

5.  Morfofonemik Afiks Nomina
Karena morfofonemik berkaitan dengan perubahan fonem antara akhir suatu suku dengan permulaan dari suku lain yang mengikutinya dan dalam hal penurunan nomina fonem akhir afiks nomina sama dengan fonem akhir afiks verba, maka morfofonemik afiks nomina sama dengan morfofonemik afiks verba. Misalnya, bila dalam verba prefiks meng- berubah menjadi men- waktu ditempelkan pada suku yang mulai dengan fonem /d/ (meng- + dapat — mendapat), maka hal yang sama juga terjadi pada nomina: peng- berubah menjadi pen- bila diikuti /d/ (peng + datang -> pendatang). Lihat selanjutnya morfofonemik verba pada Bab IV.


6.     Morfologi dan Semantik Nomina Turunan
Dalam bahasa Indonesia, kata dasar tertentu dapat langsung menjadi nomina dengan memakai afiks tertentu. Kecuali untuk menyatakan makna brang yang atau slat untuk (verbs)', yang umumnya dinyatakan dengan prefiks peng-, masing-masing kata dasar atau sumber mempunyai afiks sendiri-sendiri. Kata seperti menang dan berani dapat dijadikan nomina hanya jika afiks yang dipakai adalah ke-an sehingga tercipta nomina kemenangan dan keberanian.
Sebaliknya, verba seperti memeriksa dan menghargai hanya dapat ditautkan dengan peng-an: pemeriksaan, penghargaan. Demikian pula halnya dengan per-an yang umumnya bertaut dengan kata seperti berjuang dan berdagang sehingga kita peroleh nomina seperti perjuangan dan perdagangan. Karena kecenderungan yang saling menolak itu, dalam bahasa Indonesia tidak kita temukan nomina seperti *permenangan, *keperiksaan, dan *penjuangan.
Namun, tidak juga benar bahwa tidak ada kata dasar lain yang memiliki keanggotaan rangkap. Bahkan sebaliknya, cukup banyak kata yang dapat bergabung dengan dua macam afiks atau lebih meskipun kalau diurut bentukan ini berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya, dari kata dasar satu (dengan verbanya bersatu dan menyatukan) kita temukan nomina kesatuan, persatuan, dan penyatuan.


7.    Kontras  Antarnomina
Karena kata dasar dapat diberi afiks yang berbeda-beda, banyak nomina dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya perlu benar­benar mempertimbangkan perbedaan bentuk dan maknanya. Perhatikan contoh-contoh berikut.
(a)      penyerahan       -   perbuatan menyerahkan *serahan
(b)      pengosongan    - perbuatan mengosongkan kekosongan     - keadaan kosong
(c)      perbedaan               - keadaan berbeda; hasil membedakan
pembedaan      - perbuatan membedakan
pembeda                      - hal atau faktor yang membedakan bedaan bedaan
(d)      satuan        - yang berciri satu
persatuan                     - keadaan bersatu
penyatuan                    -    perbuatan menyatukan kesatuan   
-    hasil menyatukan
(e)      persediaan         - cadangan, hal bersedia
penyediaan - perbuatan menyediakan
kesediaan                    - keadaan bersedia untuk melakukan sesuatu
sediaan                        - hasil menyediakan
Dari contoh di atas tampak bahwa beberapa nomina dengan dasar yang sama dalam bahasa kita menimbulkan makna yang berbeda­beda. Tampak pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak atau belum ada dalam bahasa kita. Karena makna sufiks -an adalah hasil yang dinyatakan verba (lukisan thasil melukis'), maka hasil menyerahkan' harusnya adalah serahan. Dalam bahasa Indonesia bentuk ini belum dipakai meskipun sebenarnya potensial. Orang mencari cara lain untuk mengungkapkan makna ini, misalnya, dengan mengatakan "yang kami serahkan ini sekadar tanda Mata."
Tidak munculnya suatu bentuk yang potensial dapat juga karena adanya bentuk lain yang kebetulan telah dipakai di dalam masyarakat. Dalam bahasa kita, bentuk *bedaantidaklazim dipakai. Hal ini tampaknya karena dalam bahasa kita telah ada nomina perbedaan yang telah memikul makna yang seharusnya dinyatakan oleh *bedaan.



8.     Nomina dengan Dasar Polimorfemis
dua kelompok kata turunan yang waktu diturunkan menjadi nomina tidak menanggalkan prefiksnya, tetapi menjadi sumber bagi pengimbuhan yang lebih lanjut. Perhatikan contoh yang berikut.
(a)      bersama                        kebersamaan            -                           -
berangkat                                keberangkatan pemberangkatan -
berhasil                                keberhasilan                                                  
(b)    seragam                 keseragaman       penyeragaman -
seimbang         keseimbangan penyeimbangan -
sesuai                                                kesesuaian          penyesuaian        persesuaian
(c)      terpadu keterpaduan
terlibat keterlibatan
terlaksana                            keterlaksanaan -                             
(d)      mempersatukan pemersatuan    -       -
mempercepat pemercepatan                    -        -
memperhatikan pemerhati
Selanjutnya masih ada contoh nomina turunan yang juga menjadi sumber bagi penurunan yang lebih lanjut.
(e)      memimpin        pemimpin          kepemimpinan
menduduki                          penduduk         kependudukan
mendidik                             pendidik            kependidikan
Gejala yang dicontohkan di atas mulai disenangi orang meskipun pada saat ini belum semua bentuk yang berprefiks seperti itu dapat diturunkan menjadi nomina berdasarkan kaidah itu.








9.     Penurunan Nomina dengan -El-, -Er-, -Em-, dan -In‑
Penurunan nomina dengan memakai infiks, yakni imbuhan yang disisipkan, tidaklah produktif lagi dalam bahasa Indonesia. Kita temukan kini beberapa contoh yang sudah membatu dan oleh banyak orang dianggap sebagai kata yang monomorfemis.
Contoh:
(a)    tunjuk          telunjuk               (c)  kuning      kemuning
patuk                        pelatuk                       kelut                  kemelut
gembung gelembung                                  kilau                  kemilau
tapak                        telapak
gigi                          geligi
(b)    sabut       serabut                 (d)  kerja             kinerja
suling                       seruling                       sambung      sinambung
gigi                                     gerigi                          tambah         tinambah

10.    Penurunan Nomina dengan -Wan/Wati
Nomina dengan afiks -wan/-wati mengacu kppada (a) orang yang ahli dalam bidang tertentu, (b) orang yang mata pencarian atau pekerjaannya dalam bidang tertentu, atau (c) orang yang memiliki barang atau sifat khusus. Sufiks -wan mempunyai alomorf -man dan -wati. Pada masa lampau alomorf -man diletakkan pada dasar yang berakhir dengan fonem /i/ seperti terlihat pada kata budiman dan seniman. Sufiks -man tidak produktif lagi; pembentukan nomina Baru sering mempergunakan -wan.
Alomorf -wati dipakai untuk mengacu pada perempuan. Seorang pekerja perempuan, misalnya, dinamakan karyawati, sedangkan rekan prianya dinamakan karyawan. Dalam perkembangan .bahasa Indonesia, orang mulai memakai bentuk dengan -wan untuk merujuk baik pria maupun wanita. Bila ingin secara khusus merujuk pada kewanitaannya, barulah dipakai -wati. Dengan kata lain, wartawati pastilah seorang jurnalis wanita, tetapi wartawan bisa mengacu pada yang pria ataupun yang wanita. Berikut ini disajikan beberapa contoh.
a.    ilmuwan     -orang yang ahli di bidang ilmu
budayawan      - orang yang ahli di bidang budaya sejara(h)wan
- orang yang ahli di bidang sejarah rohaniwan          
- orang yang ahli di bidang rohani bahasawan
- orang yang ahli di bidang bahasa

b.     karyawan   - orang yang mata pencariannya berkarya (sebagai pegawai)
wartawan        - orang yang pekerjaannya dalam bidang pewartaan
usahawan      - orang yang pekerjaannya dalam bidang usaha
  olahragawan       - orang yang secara khusus memahirkan diri di bidang olahraga
c.     dermawan     - orang yang suka berderma
hartawan         - orang yang memiliki banyak harta
rupawan          - orang yang memiliki rupa elok
bangsawan     - orang yang berbangsa/berketurunan orang mulia


Dengan adanya kemungkinan membentuk nomina lewat penambahan sufiks -wan/wati, pemakai bahasa Indonesia berpeluang memilih cara pembentukan nomina dengan prefiks per-, peng-, atau dengan memakai sufiks -wan/-wati. Kaidah untuk menentukan bentuk mana yang dipakai bersifat idiomatis; artinya, pilihannya hanya berdasar pada adat bahasa. Orang yang hidup dari, atau yang bergerak di bidang seni, secara idiomatis disebut seniman, dan bu­kan *peseni. Demikian pula kita dapati kata budiman, hartawan, Ilmuwan yang sudah baku dan mantap sehingga kita menolak bentuk lain sep " *pembudi, *pengharta dan *pengilmu.

11.                       Penurunan Nomina dengan -At/-In dan -A/-I
Dalam bahasa Indonesia ada kelompok kecil nomina yang diturunkan dengan sufiks -at dan -in yang maknanya berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin atau jumlah.
Contoh:
Tunggal/pria                   Tanggal/wanita                        Jamak/pria-wanita
muslim                                      muslimat                                 muslimin
mukmin                                    mukminat                               mukminin
hadirat                                                                                        hadirin
Rujukan pada pria dan wanita sangat umum di dalam bahasa kita. Di samping contoh-contoh di atas, kita temukan pula bentuk yang perbedaannya hanya terletak pada alternatif antara fonem /a/ untuk pria dan /i/ untuk wanita pada akhir kata.
Contoh:
dewa                   " dewi
putra                           " putri
pemuda                      " pemudi
mahasiswa " mahasiswi
Seperti halnya -wan dan -wati, ada kecenderungan pada masa kini untuk memakai bentuk /i/ khusus untuk wanita, sedangkan bentuk /a/ untuk pria maupun wanita. Seseorang yang bertanya "Putra Ibu berapa?" bisa mendapat jawaban "Tiga, Pak; dua laki-laki dan satu perempuan." Sebaliknya, pertanyaan "Dari tiga itu, yang putri berapa?" jelas menanyakan berapa jumlah anak perempuan dalam keluarga tersebut. Demikian pula pernyataan "Di universitas kami ada sekitar 8.500 mahasiswa" merujuk pada mahasiswa ataupun mahasiswi yang terdaftar. Akan tetapi, pernyataan "Dari jumlah 8.500, mahasiswinya 4.125 orang" mengungkapkan jumlah wanita yang kuliah di sana.

























12. Penurunan Nomina dengan -Isme, -(Is)Asi, -Logi, dan Tas
Mula-mula nomina dengan sufiks -isme dan -tas dipungut dari bahasa asing. Akan tetapi; lambat laun afiks itu menjadi produktif sehingga bentuk -isme, -(is)asi, -logi, dianggap layak diterapkan juga pada dasar kata Indonesia.
Contoh:
a.       komunisme                      sukuisme
liberalisme                               bapakisme
kapitalisme                                            marhaenisme
b.      kolonialisasi           kaderisasi
modernisasi                                          kuningisasi
elektrifikasi                             organisasi
c.               biologi                      teknologi
ekologi                                                   Balinologi
hidrologi
d.      kualitas                           produktivitas
realitas                                                    universitas
aktivitas
Selama afiks asing itu bermanfaat dan bahasa Indonesia tidak memiliki padanan -nya yang tepat, afiks itu dapat diterima seperti halnya kita pernah menerima sufiks -wan/-man. Jika imbuhan Indonesia dapat mengungkapkan konsep yang sama, afiks asing itu tidak perlu kita pakai. Sufiks -(is)asi, misalnya, berpadanan dengan konfiks peng--an, dan sufiks -tas sering berpadanan dengan konfiks ke--an. Bandingkanlah pasangan di bawah ini.
(a)    ionisasi      : pengionan
unifikasi                      : penyatuan/pemersatuan
efektivitas                   : keefektifan
produktivitas   : keproduktifan

1. Kelas Nomina
Untuk menentukan suatu kata termasuk nomina, digunakan penanda valensi sintaktis karena perangkat kategori morfologis pembangun kerangka sistem morfologi nomina itu ditandai oleh valensi sintaktis yang sama, yaitu (1) mempunyai potensi berkombinasi dengan kata bukan, (2) mempunyai potensi didahului oleh kata di, ke, dari, pada.
Kelas nomina yang ditemukan dan data terdiri dan: (1) nomina murni, yakni nomina yang tidak berasal dari kelas kata lain, (2) nomina deverbal, yakni nomina yang terbentuk dari verba.
a. Nomina Murni
Nomina murni terdiri dari nomina dasar (monomorfemis) dan nomina turunan (polimorfemis). Nomina turunan yang terbentuk dari kata-kata nomina disebut nomina denominal.
Ø Nomina Dasar
Nomina murni berbentuk dasar yang ditemukan pada data ada lima macam yaitu:
Contoh: anak,baju, kepala, orang, nasi rumah, pakaian, pasar, perut, piring, plastik, rejeki, salak, logam lengan, lantai, lekaki, kursi, kota, panggung, kilometer, kelas, kaos, jalan, huja, gerimis, gelas, gambar, buah, ujung, uang, tempat, televisi,teh, tangan, tamu, tali, sisi, sepatu, wong, bulan, mata,
Ø Nomina Denominal
Nominal denominal yang d.temukan pada data, terdin dari beberapa kategori morfologis. Semuanya terbentuk dengan denvasi, berpangkal pada nomina dasar, yakni:
Ø Kategori D-an.’
Kategori ini menyatakan makna ‘daerah/wilayah/komplek/kurnpulan sesuatu yang tersebut pada pangkal pembentukan’. Contoh: pakaian,
Ø Kategori D-an”
Kategori ini menyatakan makna ‘hasil’. Contoh: ikatan, sebutan
Ø Kategori se-D
Kategori ini menyatakan makna ‘satu”. Contoh: sebatangkara
Ø Kategori D-D1-an
Kategori ini menyatakan makna ‘seperti’. Contoh: orang-orangan
Ø Kategori per-D-an’
Kategori ini menyatakan makna “hal’ . Contoh: perhatian
Ø Kategori ke-D-an’
Kategori ini menyatakan makna “hal’ . Contoh:kesempatan
Ø Kategori pcng-D-an
Kategori ini menyatakan makna ‘proses’. Contoh: pengalaman
b. Nomina Transposisi
Dari data nomina transposisi tidak ditemukan dalam kartu kata





Perubahan Kata Dasar Menjadi Kata Turunan
yang Mengandung Berbagai Arti
Kata Dasar
Pelaku
Proses
Hal/Tempat
Perbuatan
Hasil
Asuh
baca
bangun
buat
cetak
edar
potong
sapu
tulis
ukir
pengasuh
pembaca
pembangun
pembuat
pencetak
pengedar
pemotong
penyapu
penulis
pengukir
pengasuhan
pembacaan
pembangunan
pembuatan
pencetakan
pengedaran
pemotongan
penyapuan
penulisan
pengukiran
perbuatan
percetakan
peredaran
perpotongan
persapuan
mengasuh
membaca
membangun
membuat
mencetak
mengedar
memotong
menyapu
menulis
mengukir
asuhan
bacaan
bangunan
buatan
cetakan
edaran
potongan
sapuan
tulisan
ukiran.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By