Breaking News

Minggu, 25 Januari 2015

Jejak Sastra Jiraiya Sensei dalam Dunia Naruto


Oleh: Fuad Akbar Adi

Jiraiya merupakan salah satu tokoh fiksi dalam anime dan manga Naruto yang sangat berpengaruh terhadap plot dan alur dari cerita Naruto. Ia merupakan murid dari Hiruzen Sarutobi (Hokage ke-3) bersama dengan dua rekannya Orochimaru dan Tsunade (Hokage ke-5). Setelah lulus dalam akademi ninja, Jiraiya terus berlatih untuk menjadi seorang ninja yang kuat, dan salah satu cara yang ia tempuh adalah dengan berlatih jurus kuchiyose (Jurus pemanggil mahluk seperti binatang yang mempunyai kekuatan dan jutsu dengan cara melakukan kontrak dengan mahluk tersebut sebelumnya). Namun terjadi keunikan dari seorang Jiraiya, ia menyalahi prosedur dengan nekat melakukan jurus kuchiyose sebelum terikat kontrak dengan hewan kuchiyose sehingga ia yang malah terpanggil ke lokasi kuchiyose tersebut yaitu di gunung Myoukuboku Zan di mana tempat para hewan kuchiyose berbentuk katak. Namun oleh pemimpin katak gunung Myokuboku Zan, Ogama Sennin, hal itu adalah kejadian sesuai ramalan. Jiraiya merupakan bocah dalam ramalan Ogama Sennin di mana kelak ia akan melahirkan tiga murid yang akan membuat revolusi besar di dunia ninja entah apakah itu akan membawa keselamatan bagi dunia ninja atau malah akan membawa kehancuran. Dan di sinilah Ogama Sennin memberikan tugas kepada Jiraiya agar mendidik muridnya dengan benar agar bisa membawa keselamatan bagi dunia ninja.

Kemudian ketika Jiraiya besar namanya menjadi harum berkat jasanya pada perang dunia ke-2. Ia bersama dengan kedua rekanya Orochimaru dan Tsunade mendapat gelar dari pimpinan Amegakure sebagai Trio Legenda Sannin karena mampu bertahan pada perang dunia ke-2. Pada masa ini Jiraiya telah sukses dengan trilogy novel pertamanya yaitu Icha-icha Paradise, Icha-icha Violence, dan Icha-icha Tactics. Belakangan tiga novel tersebut digunakan oleh Hatage Kakashi untuk mengungkap simbol yang diberikan Jiraiya dalam mengetahui mengenai fakta Pain Akatsuki. Khusus untuk novel Icha-icha Paradise pernah muncul dalam Naruto The Movie: Ninja Clash in the Land of Snow.

Setelah sukses dengan trilogy novelnya, kemudian ia melanjutkan meneruskan novelnya yang sudah lama ia tunda yaitu Dokonjo Ninja Gaiden. Novel yang sebenarnya sudah mulai ia tulis setelah Ogama Sannin meramalnya. Pada novel ini Jiraiya mencoba menuangkan pandangan-pandangannya tentang kondisi dunia ninja yang penuh dengan kebencian. Konsep mengenai mengapa ada kebencian dan bagaimana cara menghilangkan kebencian merupakan target yang harus ia penuhi dalam novel ini meskipun ia selalu bingun mencari jawabannya. 

Secercah harapan pun muncul ketika di Amegakure Jiraiya bertemu dengan tiga anak bernama Nagato, Yahiko, dan Conan. Ketiga anak tersebut merupakan anak korban perang setelah para orangtuanya meninggal, merasa kasihan kemudian Jiraiya mengangkat ketiganya menjadi murid. Awalnya ketiga anak tersebut terlihat biasa di mata Jiraiya, namun ternyata ada yang berbeda dari seorang Nagato. Tak disangka oleh Jiraiya bahwa Nagato memiliki mata Rinenggan yang merupakan mata milik Rikudo Sannin, dewa para ninja. Jiraiya pun akhirnya mengidentifikasi kalau Nagato merupakan salah satu anak dari ramalan tersebut. Akan tetapi sayangnya Nagato tidak bisa menjadi penyelamat dunia ninja berkat konsep kebenciannya yang salah. Setelah besar kemudian Nagato mendirikan organisasi gelap bernama Akatsuki. Hal ini sangat disesali oleh Jiraiya kelak.

Ramalan anak yang kedua adalah Namikaze Minato (Hokage ke-4) yang juga merupakan ayah dari Naruto Uzumaki. Jiraiya melihat potensi besar dan kesucian hati pada diri Minato. Jiraiya pun sering bercerita mengenai novel Dokonjo Ninja Gaiden kepada Minato. Minato semakin berambisi melindungi desa Konoha setelah membaca novel dari Jiraiya, bahkan sakin terobsesinya Minato kemudian memberikan nama anaknya “Naruto” yang merupakan tokoh protagonis dalam novel Jiraiya. Sayangnya Minato meninggal pada usia yang relatif muda setelah baru sebentar menjabat sebagai Hokade di desa Konoha. Minato meninggal akibat efek jutsu terlarang yang digunakan untuk menyegel Siluman Rubah Ekor Sembilan, Kyubi, ke tubuh anaknya sendiri, Naruto. Jiraiya pun harus merelakan ramamaln anak keduanya gagal lagi dan hanya menyisakan satu peluang terakhir yang ia yakini ada pada Naruto.

Semua penggemar Naruto pasti sudah menduga kalau Naruto merupakan anak terakhir dalam ramalan Ogama Sannin. Hal itu makin jelas terbukti ketika Jiraiya wafat akibat di bunuh oleh muridnya sendiri, Nagato. Naruto pun bertarung habis-habisan melawan Nagato selain untuk melindungi desa Konoha juga untuk membalas kematian gurunya, Jiraiya. Dalam pertarungan yang dibumbui dengan muculnya Kyubi itu pun akhirnya dimenangkan oleh Naruto. Akan tetapi disaat itu Naruto tidak jadi membunuh Nagato, melainkan malah menyadarkan Nagato. Nagato tersadar berkat kata-kata Naruto yang sama peris pada novel Dokonjo Ninja Gaiden yang pernah Nagato baca. Di mana Naruto berambisi menjadi tokoh dalam novel tersebut dan akan menghapus segala kebencian yang ada di dunia ninja. 

Pada episode terakhir serial Naruto, Uzumaki Naruto kini menjadi Hokage ke-7 dan dapat mempersatukan negara-negara menjadi satu aliansi. Dengan demikian Jiraiya sukses menerapkan konsep dan pandangan pada novelnya kepada Naruto sehingga dunia ninja menjadi damai tanpa ada perang lagi.

Selain seorang novelis Jiraiya juga merupakan seorang penyair dan pembuat kata-kata bijak. Banyak kata-katanya yang sering muncul pada serial Naruto yang sarat akan renungan. Kata-kata tersebut antara lain: 

1. “Memaafkan adalah kunci untuk memutuskan rantai kebencian”.

2. “Jalan hidup seorang murid adalah warisan dan estimasi dari sang guru”.

3. “Sepertinya aku sudah menemukan akhir cerita dari novelku, mungkin sedikit lebih baik. Katak di dasar sumur tenggelam ke dasar laut yang besar. Heh heh... yep... sangat terhormat, benar-benar terhormat. Aku kira sudah waktunya untuk meletakkan pena. Benar, aku butuh judul untuk bukuku yang berikutnya. Mari kita lihat, ah! aku mendapatkannya. "Cerita tentang Uzumaki Naruto", sempurna”.

4. “Shinobi bukan dilihat dari cara hidupnya, tetapi bagaimana ia mati, dan Kehidupan Shinobi dinilai bukan dari bagaimana menjalaninya, tetapi dari apa yang sudah dilakukannya”.

5. “Jangan pernah menarik kata-katamu! Dan jangan pernah menyerah! Itulah jalan ninjamu. Dan sebagai mentormu, aku tidak peduli dengan rengekanmu! Karena jalan ninja seorang murid adalah jalan ninja gurunya! Bukankah begitu, Naruto?”.

Selain kata-kata di atas, ada satu kata-kata yang sangat sering diucapkan Jiraiya kepada Naruto, “Bahkan aku sendiri bisa mengatakan bahwa kebencian itu menyebar. Aku ingin melakukan sesuatu dengan kebencian itu. Tapi aku tidak tau apa yang harus kuperbuat. Tapi aku percaya bahwa suatu hari nanti akan datang saat ketika orang benar-benar memahami satu sama lain. Jika aku tidak dapat menemukan jawabannya, maka selanjutnya adalah tugasmu untuk melakukannya”.



Read more ...

Kamis, 22 Januari 2015

Analisis Teknik Metafora Cerpen "Cat In The Rain" Karya Ernest Hemingway

 Oleh: Fuad Akbar Adi

Cat In The Rain (Kucing dalam Hujan)

Hanya ada dua orang berkebangsaan Amerika yang tinggal di hotel tersebut. Kedua orang itu tidak mengenal penghuni lain yang mereka temui di tangga ataupun koridor hotel. Kamar mereka terletak di lantai dua dan menghadap ke arah tepi pantai. Dari jendela kamar, mereka dapat menatap ke arah taman dan sebentuk monumen perang yang berdiri tegar di tengah alun-alun kota.

Di taman ada beberapa pohon palem yang telah tumbuh besar dan sejumlah kursi kayu berwarna hijau. Jika cuaca sedang cerah, di taman itu selalu ada saja satu atau dua orang pelukis yang duduk berhadapan dengan kanvas. Para pelukis selalu bisa mengapresiasi pertumbuhan pohon palem serta warna ceria bangunan penginapan yang berdiri berjajar menghadap ke arah taman dan tepi pantai.

Pengunjung berkebangsaan Italia datang dari jauh khusus untuk melihat monumen perang. Monumen itu terbuat dari kuningan dan tampak mengkilap jika dibasuh air hujan.

Saat ini hujan tengah turun deras.

Air hujan menetes lebat dari ujung-ujung daun pohon palem; dan di jalan-jalan bebatuan juga ada genangan air yang bergemeritik ditempa hujan. Di tengah gemuruh awan gelap, laut pun tak mau kalah dan berteriak lantang saat ombaknya pecah di tepian pantai. Lalu, ombak yang telah pecah menjadi buih busa ditarik kembali ke tengah laut sebelum air bergulung dan meronta diiringi gempuran hujan.

Kendaraan bermotor tak lagi memenuhi area alun-alun kota sejak hujan turun. Monumen perang itu dibiarkan berdiri sendiri.

Di seberang alun-alun ada sebuah kedai kopi dengan pintu terbuka. Seorang pelayan berdiri di ambang pintu sambil menatap ke arah alun-alun yang sepi.

Wanita itu berdiri di balik jendela kamar sambil menatap keluar. Di sana, tepat di bawah jendela, ada seekor kucing yang tengah berlindung di bawah meja kayu berwarna hijau. Air hujan menetes tanpa henti dari pinggiran meja, membuat si kucing merapatkan semua anggota tubuhnya agar tidak kebasahan.

“Aku akan turun untuk mengambil anak kucing itu,” ujar wanita tersebut.

“Biar aku saja,” sahut suaminya yang tengah berbaring di atas ranjang.

“Tidak perlu,” kata wanita itu. “Aku bisa melakukannya. Kasihan dia, merunduk sendirian bawah meja.”

Sang suami dengan santai melanjutkan bacaannya. Pemuda itu berbaring seraya bersandar di atas dua buah bantal.

“Baiklah. Tapi jangan sampai kau ikut kehujanan,” ujar sang suami.

Sang istri keluar dari kamar dan menuruni tangga menuju lantai dasar. Si pemilik hotel segera bangkit berdiri ketika melihatnya dan membungkuk sopan begitu wanita tersebut melewati kantor administrasi hotel. Meja kerja pria itu terletak di sudut kantor. Usianya sudah cukup tua dengan tubuh kelewat jangkung.

Il piove,” ujar wanita itu. Dia suka terhadap sikap si pemilik hotel.

Si, si, Signora, brutto tempo. Cuacanya buruk sekali.”

Si pemilik hotel berdiri di belakang meja kerjanya yang terletak di dalam ruang kantor bernuansa remang-remang. Wanita itu senang dengan cara si pemilik hotel menanggapi setiap keluhan pelanggan dengan serius. Dia juga suka dengan cara si pemilik hotel menunjukkan harga dirinya; serta keinginannya untuk melayani setiap pelanggan dengan baik. Tapi dia paling suka terhadap pembawaan si pemilik hotel yang tampak sangat menikmati pekerjaannya; serta terhadap penampilannya: wajahnya yang keriput dan tangannya yang berat dan besar.

Wanita itu membuka pintu masuk hotel dengan perasaan bersahabat, lantas melirik ke kiri dan kanan. Di luar, hujan semakin deras. Seorang pria yang mengenakan jas hujan berbahan karet terlihat tengah menyeberangi alun-alun kota menuju kedai kopi. Kucing tadi nampaknya ada di sebelah kanan hotel. Belum lagi ia beranjak dari ambang pintu hotel, tiba-tiba sebentuk payung terbuka di belakang wanita itu. Ketika ia menoleh, ia mendapati sosok seorang pembantu wanita yang biasa membersihkan kamar tempat dia menginap bersama sang suami.

“Jangan sampai kebasahan, Signora,” ujar sang pembantu, berbicara dalam bahasa Italia. Tentu saja si pemilik hotel yang menyuruhnya untuk membawakan payung.

Dipayungi oleh sang pembantu, wanita itu melangkah di jalan bebatuan sampai tiba di bawah jendela kamar penginapannya. Meja itu ada di sana, catnya yang berwarna hijau tampak gemilang tersiram air hujan. Namun kucing tadi tidak ada lagi di tempat yang sama. Mendadak ia merasa kecewa. Sang pembantu menatapnya lekat-lekat.

Ha perduto qualche cosa, Signora?”

“Tadi ada kucing di sini,” ujar wanita itu dengan logat Amerika.

“Kucing?”

Si, il gatto.”

“Kucing?” Sang pembantu tak kuasa menahan tawa. “Seekor kucing di tengah hujan?”

“Iya,” sahut wanita itu. “Di bawah meja ini.” Lalu, “Oh, aku sangat menginginkan dia. Aku ingin memelihara seekor anak kucing.”

Saat wanita itu berbicara dalam bahasa Inggris, wajah sang pembantu tampak tegang.

“Ayo, Signora,” ajak sang pembantu. “Kita harus masuk ke dalam hotel. Kalau tidak kau akan basah kuyup.”

“Kurasa sebaiknya begitu,” ujar si wanita pasrah.

Mereka kembali menyusuri jalan bebatuan untuk kembali ke hotel. Wanita itu sudah melewati ambang pintu masuk hotel ketika sang pembantu berhenti untuk melipat payung. Tak lama setelah itu, saat melewati kantor administrasi hotel, si pemilik hotel kembali bangkit berdiri dan membungkukkan badannya. Melihat gestur tersebut, wanita itu merasa kerdil dan tersanjung pada saat bersamaan. Selama beberapa detik, ia merasa seperti orang paling penting di dunia. Kemudian ia menaiki anak tangga menuju kamar penginapannya.

Dibukanya pintu kamar: ia menemukan suaminya, George, masih berbaring di atas ranjang sambil membaca buku.

“Mana kucingnya?” tanya George, meletakkan bukunya di atas kasur.

“Sudah pergi.”

“Ke mana perginya kucing itu, ya,” ujar sang suami seraya mengistirahatkan matanya.

Wanita itu duduk di tepi ranjang.

“Aku sangat menginginkan kucing itu,” ujarnya. “Entah kenapa, tapi aku sangat menginginkannya. Aku ingin memiliki anak kucing itu. Aku sedih membayangkan nasibnya yang kehujanan.”

Pada saat ini, George sudah kembali melanjutkan bacaanya.

Wanita itu bangkit berdiri dan menghampiri meja rias di sudut ruangan. Ia duduk di depan cermin rias dan mengambil sebentuk cermin tangan. Ia memperhatikan bayangannya sendiri dalam cermin kecil tersebut. Pertama wajahnya, dari sisi kanan dan kiri. Lantas, ia memperhatikan belakang kepalanya dan juga lehernya.

“Apakah menurutmu aku harus memanjangkan rambutku?” tanya wanita itu sambil kembali menatap bayangan wajahnya dari samping.

“Aku suka rambutmu sekarang.”

“Tapi aku bosan,” keluh wanita itu. “Aku bosan dengan potongan rambut pendek seperti laki-laki.”

George menggeser posisinya di atas ranjang. Ia menatap istrinya dengan saksama.

“Menurutku kau tampak cantik,” ujar George.

Wanita itu meletakkan cermin tangan di atas lemari dan beranjak ke jendela. Ia menatap ke luar. Langit sudah semakin gelap.

“Aku ingin menarik rambutku ke belakang dan menguncirnya,” kata wanita itu. “Aku ingin meletakkan seekor anak kucing di pangkuanku agar aku bisa mengelusnya.”

“Yeah?” sahut George.

“Dan aku ingin makan menggunakan perangkat makanku sendiri yang terbuat dari perak; dan aku ingin makan ditemani lilin. Aku ingin musim semi segera tiba dan aku ingin menyisir rambutku di depan cermin. Aku juga ingin memelihara seekor anak kucing dan aku ingin beli baju baru.”

“Oh, diamlah dan baca sesuatu,” ujar sang suami. George kini sudah kembali tenggelam dalam bacaannya sendiri.

Wanita itu masih menatap ke luar jendela. Langit telah berubah kelam sekarang dan daun-daun pepohonan masih juga meneteskan air hujan.

“Anyway, aku ingin memelihara seekor kucing,” ujarnya. “Aku ingin memelihara seekor kucing sekarang. Kalau aku tidak boleh memanjangkan rambutku atau bersenang-senang; maka aku harus diperbolehkan memelihara seekor kucing.”

George tidak mendengarkan racauan istrinya. Ia terlalu sibuk membaca buku. Wanita itu menatap ke luar jendela dan mendapati lampu jalan berpendar sendu di bawah langit malam.

Terdengar ada ketukan di pintu kamar.

“Avanti,” sahut George. Ia mengangkat wajahnya dari bacaan.

Di koridor hotel, sang pembantu berdiri sambil mendekap seekor kucing besar berbulu kecoklatan.

“Permisi,” ujar sang pembantu. “Pemilik hotel minta agar aku membawakan kucing ini untuk Signora.”

Analisis: Berawal ketika saya nyasar ke sebuah blog, tidak sengaja saya menemukan cerpen karya Opa Ernest yang fenomenal ini. Dari judulnya saja sudah membuat saya tertarik. Kemudian dengan penasaran saya baca cerpen ini. Awalnya saya kaget, ternyata ceritanya sangat simpel dan sederhana, jauh di bawah expectasi saya pada awalnya. Namun, hal itu malah menjadikan pertanyaan besar bagi saya, Hanya beginikah cerpen dari seorang penulis terkenal di dunia yang pernah mendapat penghargaan Nobel? Akhirnya saya mencoba googling mengenai cerpen ini. Cerpen “Cat In The Rain” memang merupakan cerpen yang paling sering dibahas oleh para pengamat cerpen, dan untuk kedua kalinya saya terkejut. Inilah yang disebut dengan teknik “cerita pengibaratan/ metafora” di mana cerita yang diceritakan secara eksplisit bukanlah pesan sebenarnya yang ingin disampaikan oleh penulis melainkan itu hanya sebatas pengibaratan terhadap cerita sesungguhnya yang tidak disuguhkan secara langsung.

Jika ditelisik lebih jeli lagi, dalam cerpen ini kita bisa merasakan adanya pengibaratan cerita dan simbol-simbol yang digunakan sebagai media pengibaratan tersebut. Seperti keinginan dari sang istri untuk memiliki seorang anak. Sang suami tampak acuh tak acuh dan bahkan kekanakan dalam menanggapi keluhan istrinya (itu juga yang menyebabkan istrinya menyukai sikap si pemilik hotel yang selalu tanggap terhadap keluhan pelanggan). Selanjutnya hal lain yang saya tangkap dari cerita ini adalah keterbatasan dalam pernikahan wanita dan laki-laki asal AS itu, digambarkan oleh situasi hujan deras dan kamar penginapan yang menatap ke arah tepian pantai dan taman hijau (mengilustrasikan bahwa di kamar itu semua serba terbatas dan tidak terbuka). Selain itu, ada “monumen perang”. Secara tidak langsung monumen tersebut merupakan simbol organ reproduktif sang suami (mengarah ke isu anak) akan tetapi digambarkan sebagai monumen perang seolah mereka sudah “kalah”. Dan masih terkait dengan hal ini adalah pengunjung kota yang mengenakan jas hujan terbuat dari karet. Menurut para sastrawan, jas hujan karet itu mengilustrasikan kondom yang mencegah pasangan tersebut untuk memiliki anak. Di masa itu tentunya sangat penting bagi seorang wanita untuk menikah dan menjadi ibu di usia belia. Sementara pria di masa yang sama condong mengejar karier dan individualisme.

Sedangkan metafora kucing dalam cerpen ini, Hemingway menampakkan apa yang ‘didalam’ melalui tindakan/adegan. Teknik yang sudah langka ditemui pada kebanyakan karya fiksi penulis dewasa ini. Tanpa deskripsi atau narasi yang menceritakan kondisi serta situasi psikologis sang istri, pembaca bisa memahami beban perkawinan yang dialami perempuan itu melalui adegan penyelamatan kucing dari hujan. Wanita itu seolah merasakan penderitaan yang sama dengan kucing, seperti dalam satu ucapannya :

“Sungguh tidak enak menjadi seekor kucing yang malang dan kehujanan di luar sana.” Perempuan itu telah mengidentifikasi dirinya yang sekarang dengan si kucing.

Tak ada plot yang rumit. Hanya tindakan melihat kcuing dari jendela kamar hotel. Sang istri turun menerobos hujan untuk menyelamatkannya, gagal dan kembali ke kamar. Sang istri kembali ke kamar, mengobrol dengan suaminya yang sibuk membaca sambil tiduran, dan menimpali kata-kata istrinya dengan basa-basi.

Dalam kehidupan nyata, cerita pendek itu kira-kira hanya berdurasi 15 menit. Namun cukup untuk mengungkap betapa perkawinan suami istri Amerika itu tidak seperti apa yang terlihat dari luar. Sang istri kecewa dengan kehidupan rumah tangga yang dijalaninya. Secara tersirat dia memakai kasus kucing untuk memperoleh perhatian suaminya. Suami, seperti umumnya pria, cenderung tidak peka dengan pesan-pesan yang tersembunyi dibalik ucapan wanita, menganggap itu hal sepele. Padahal, wanita itu haus kasih sayang. Lihatlah bagaimana gembiranya sang istri mendapat perhatian “kecil”, dalam adegan pemberian payung dan boneka kucing dari pria pemilik hotel.
Read more ...

Kamis, 15 Januari 2015

Eko Tunas: Menulis Adalah Kerja Hati

Oleh: Fuad Akbar Adi 
Perkembangan tulis menulis di Indonesia terutama sastra, saat ini mengalami stagnanisasi, masih berjalan di tempat. Sedikit sekali adanya perubahan-perubahan yang mampu mendobrak dunia kepenulisan. Ketika kita melihat di toko-toko buku, di perpustakaan atau di mana pun tempat yang menyediakan buku sastra selalu didominasi oleh buku itu-itu saja. Genrenya masih sama, hanya berkutat pada kisah-kisah cinta remaja yang teentlit dan Chiklit. Kualitas dan mutu dari buku karya sastra malah mengalami kemunduran.

Ditemui di kediamannya Jalan Kanver Utara III Nomor 204, Bayumanik, Semarang, Rabu pagi (14/1), Eko Tunas, seorang penulis dan penyair kawakan di Jawa tengah menuturkan bahwa sastrawan-sastrawan muda Indonesia saat ini memiliki fasilitas dan sarana yang cukup dan memadahi sekali untuk mendukung dalam kegiatan menulis, namun hasilnya malah sedikit sekali karya-karya yang bagus dan berkualitas. Eko Tunas yang merupakan lulusan Jurusan Seni Rupa IKIP Semarang, sekarang Universitas Negeri Semarang (Unnes), ini ketika mahasiswa tinggal satu kos bersama cerpenis S. Prasetyo Utomo, dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Semarang, Muhk. Doyin dan penyair sekaligus jurnalis Suara Merdeka, Triyanto Triwikromo. “Dulu saya kalau mau nulis itu harus minjem mesin ketik teman kos saya, Pak Prasetyo, saya harus nunggu dia selesai ngetik dulu baru saya boleh minjem. Tapi hasilnya karya tulisan saya mampu menembus koran-koran ternama seperti Kompas. Kalau cuma Suara Merdeka mah mudah” ujarnya dengan setengah tertawa. Ucapan Eko Tunas memang ada benarnya, kalau ditelisik lebih dalam sastrawan muda kita terutama para mahasiswa yang berkecimpung di dunia satra terlalu termanjakan oleh fasilitas dan sarana yang memadai. Padahal semua itu awalnya bertujuan untuk mendukung, mempermudah dan menunjang mahasiswa untuk terus berkarya. Namun kenyataannya mahasiswa malah terlena dengan segala kemudahan tersebut sehingga menjadikan mahasiswa malah malas dalam menciptakan karya-karyanya.

Lalu bagaimana cara mengatasi masalah malas menulis seperti itu? Di mana hal tersebut merupakan masalah klasik bagi para sastrawan muda di Indonesia. Eko Tunas menuturkan “Malas memang gangguan terbesar bagi para pemulis pemula. Memang sulit itu, saya awalnya juga begitu. Namun saya paksa dengan terus menulis saja. Tulis saja apa yang kamu bisa. Tulis kata pertamamu, setelah itu berdoalah dan biarkan Tuhan menggerakkan tanganmu”. Keengganan dalam menulis memang kebanyakan cenderung terjadi ketika kita hendak memulai menulis kata permata, padahal sebenarnya jika kita mampu memaksakan diri, secara langsung otak kita akan terstimulus untuk bekerja dalam mengeksplor pengetahuan dan kreativitas yang kita miliki.

Kembali Pak Eko, biasa beliau disapa tetangganya, menuturkan “Pengetahuan itu penting karena dengan pengetahuan kita memiliki banyak referensi terhadap materi yang akan kita tulis. Nanging siji, ojo kakehan teori. Karena menulis itu bukanlah hal yang bersifat teoritis. Harus kerja! Menulis adalah kerja hati! Itu yang terpenting!”.


Read more ...

Senin, 12 Januari 2015

Telaah Novel Supernova "Gelombang" Karya Dee

Oleh: Fuad Akbar Adi

Sinopsis:

Cerita dalam keping Gelombang bermula dengan kelanjutan perjalanan Gio dalam pencarian kekasihnya, Diva yang hilang di hutan belantara terpencil di jantung Amazon. Kelanjutan cerita yang dimulai sejak Akar itu adalah dimana Gio awalnya belum dapat menerima kenyataan mengenai hilangnya Diva, sampai akhirnya saat dia sedang berkeliling Plaza de Armas, Gio mendengar suara Diva berbisik, se acabá½¹, sudah berakhir. Di Cusco, Gio bertemu kembali dengan laki-laki misterius yang memberikannya empat buah batu di Vallegrande. Laki-laki itu memperkenalkan diri dengan nama Amaru. Dia menjelaskan mengenai arti batu-batu itu. Batu-batu itu mempresentasikan orang-orang penting yang harus Gio temukan agar semua misteri terungkapkan. Salah satu dari empat batu itu mempresentasikan diri Gio. Masih ada dua batu lagi yang entah di mana keberadaannya. Amaru memberi tahu bahwa Gio harus pergi ke Lembah Urumbaba dan menemui Madre Ayahuasca untuk menanyakan arti simbol pada batu-batu itu dan ingatan Gio pun akan terbuka. Secara kebetulan, beberapa saat sebelum Amaru datang, Paulo mengajaknya ke Lembah Urumbaba atau Sacred Valley untuk menyaksikan upacara Ayahuasca.

Sementara itu, di belahan dunia lain tepatnya di tanah Batak sebuah upacara godang merubah segalanya bagi anak berusia 12 tahun bernama Thomas Alfa Edison Sagala garis miring Uchon garis miring Alfa Sagala. Makhluk misterius yang dianggap sebagai penjelmaan malaikat dalam kepercayaan suku asli Batak disebut Si Jaga Portibi tiba-tiba muncul menghantuinya dan semenjak itu mimpi-mimpi yang Alfa anggap sebagai mimpi buruk selalu menghantuinya.. Orang-orang sakti berebut menginginkan Alfa menjadi murid mereka. Dihadapkan dalam beberapa pilihan, Alfa memutuskan untuk memilih Ompu Togu Urat, seorang dukun ternama di desanya sebagai guru yang akan membimbingnya. Namun perkiraan Alfa salah, ternyata Ompu Togu Urat merupakan pihak yang beniat untuk menyingkirkanya. Setelah melewati perlawanan hidup mati menghadapi Ompu Togu Urat, akhirnya Alfa beralih kepada Ompu Ronggur Panghutur yang notabene merupakan adik dari Ompu Togu Urat namun berada di pihak yang berbeda. Ompu Ronggur membekali Alfa dengan beberapa petunjuk yang membantu Alfa untuk menemukan jati dirinya.

Berkat kejadian-kejadian mencekam di desanya, Bapak Alfa memutuskan untuk mempercepat perantauan kelurganya ke Jakarta. Di Jakarta Alfa dibawa oleh salah satu kerabat dekatnya untuk merantau ke Amerika. Di Amerika Alfa tinggal di komplek apartemen para imigran gelap. Hidup di antara para mafia-mafia membuatnya terbiasa hidup penuh kekerasaan, namun keberadaan Alfa cukup disegani berkat ia berteman baik dengan Carlos, salah satu adik kesayangan pemimpin mafia dari Maksiko bernama Rodrigo.

Mohon maaf untuk menghindari spoiler bagi yang belum membaca saya akan mempercepat petualangan Alfa langsung ke Tibet. Di sana ia bertemu dengan Mr. Kalden yang merupakan seorang professor ahli dalam bidang kemimpian. Alam mimpinya ternyata menyimpan rahasia besar yang tidak pernah ia bayangkan. Di Lembah Yarlung, Tibet, jawaban mulai terkuak.

Analisis:

Sampai saat ini memang menurut saya novel Supernova yang terbaik tetap Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh mengingat pada novel itu dee lestari benar-banar total dalam menyuguhkan plot ceritanya. Semuanya tidak terduga, juxtaposisi yang brillian disuguhkan oleh Dee. Dimensi ruangnya berubah secara lembut dan halus, ketika cerita dalam cerita pembaca tidak merasakannya. Namun pada seri-seri berikutnya termasuk Gelombang memiliki plot yang hampir sama. Apalagi jika membandingkan Gelombang dengan Partikel, sulit sekali menemukan perbedaan plot antara kedua seri tersebut. Plotnya benar-benar sama yaitu menceritakan perjalanan hidup seorang anak yang berbeda dengan anak-anak lain di kampungnya. Kemudian berkat kejanggalan yang mereka miliki mereka terus berpetualang ke berbagai negara untuk menemukan jatidiri mereka.

Gelombang memberikan detail cerita yang bertele-tele. Namun saya tahu, bertele-tele adalah cara Dee untuk menjelaskan seperti apa karakter yang ia bangun, meskipun dalam bebarapa adegan ada yang benar-benar super bertele-tele seperti ketika ia bertemu dengan Nicky, tokoh yang menurut saya tidak penting namun terus setia mendampingi Alfa. Mungkin akan lain cerita jika kemudian Nicky dan Alfa menjalin hubungan asmara, tentu hal itu akan membuat peran Nicky makin penting. Namun kenyataannya tidak, perannya hanya sebagai pendamping Alfa yang perlu ditanyakan. Kenapa baru ada pemdamping Alfa ketika ia sudah dewasa padahal sejak Alfa memulai petualangan sejak kecil ia selalu sendiri tanpa perlu pendamping yang malah dalam carita ini merepotkan bagi Alfa sendiri.

Dalam adegan-adegan yang disuguhkan pada Gelombang juga memiliki “suatu” hal yang sama dengan Supernova lainya. Yaitu adanya semacam adaptasi dari cerita-cerita yang lain. Seperti adanya istilah “Peretas” dan “Ilfiltran”, kedua istilah itu mengingatkan saya dengan film “Terminator” yang dibintangi oleh Arnold. Dimana terdapat dua kubu yang memiliki kepentingan yang berbeda terhadap satu orang. Terminator jahat kala itu diseting untuk membunuh anak yang sudah menjadi targetnya sementara terminator baik yang diperankan Arnold bertugas untuk melindungi si anak yang menjadi target pembunuhan. Hal ini sama ketika Ompu Togu Urat sebagai seorang terminator yang jahat dan Ompu Ranggur Panghutur sebagai terminator yang baik, kemudian tokoh pemandu wisata Alfa sebagai terminator jahat dan Mr. Kalden sebagai terminator baik.

Dari segi tokoh, Alfa merupakan agen Supernova yang memiliki sifat paling tak manusiawi garis miring seperti alien. Bagaimana tidak? Hampir sepanjang hidupnya ia hanya tidur tidak lebih dari dua jam dalam sehari. Sebenarnya ada pelajaran yang dapat kita petik yaitu bagaimana kita memanfaatkan waktu tidur kita yang terlampau lama untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Akan tetapi contoh yang diberikan oleh Dee begitu absurd bagi manusia biasa. Alfa merupakan sosok manusia yang tangkas dan ulet. Hampir sama dengan tokoh-tokoh Supenova lainya kecuali Elektra yang paling beda dengan gaya polos dan jenakanya. Dan lagi-lagi jika dibandingkan dengan Partikel tokoh Alfa dan Zahra memiliki banyak kesamaan. Mereka memiliki sifat sebagai orang yang cerdas dalam arti yang lebih komprehensif. Kreatif, ambisius, keras kepala dan memiliki jalan berpikir yang penuh dengan resiko. Mungkin itu yang membuat saya kecewa dengan Gelombang karena kali ini Dee tidak memberikan suatu yang berbeda. Hampir sama dengan Partikel, hanya kedalam riset dari Gelombang yang menurut saya lebih bagus dan relevan. Sementara itu ada yang unik dari tokoh-tokoh dalam Gelombang kemunculan tiga tokoh pembangun Akar yaitu Ishtar, Bodhi, dan Kell dalam waktu, kejadian, keadaan, dan kepentingan berbeda. Nama itulah yang membuat Gelombang menarik karena seakan Gelombang bukan buku yang berdiri sendiri, tapi juga membutuhkan Akar sebagai kesatuan.

Dari segi setting, Gelombang menurut saya masih di bawah Akar dan Partikel. Akar dan Partikel selalu menyuguhkan keadaan, adat, pangalaman, dan filosofi yang sarat makna. Sedangkan Gelombang setting di Amerika merupaka plot terburuk dalam seri ini dimana banyak hal-hal yang membosankan dan tidak perlu berada dalam setting ini.

Selanjutnya dari segi gaya bahasa dan kebahasaan, meski tidak sesantai Petir, Gelombang punya vibe yang sama. Humor yang sama, karena itu membaca Gelombang itu mudah. Mudahnya Gelombang dibaca juga karena Dee tidak terlalu berlarut-larut menjelaskan soal teknik kepada pembaca. Beda dengan Partikel yang berlarut-larut dengan ‘apa’ dan ‘kenapa’, Gelombang menuntaskan ‘apa’ dan ‘kenapa’ dengan bahasa yang berupa simpulan. Teori, lalu simpulan. Prosesnyalah yang menjadi tanda tanya, mungkin akan dipaparkan di buku yang lain, atau diserahkan kepada pemahaman pembaca. Seperti saya duga, gaya tulisan Dee lagi-lagi berubah. Naratif di KPBJ, super gelap di Akar, ceria di Petir, dan analitik di Partikel, Gelombang membawa nuansa deskriptif yang menarik. Saya rasa perubahan gaya tulisan ini bukanlah Dee. Gaya tulisan Dee bisa dilihat dalam Filosofi Kopi, atau Madre, atau Perahu Kertas, yang bukan rangkaian Supernova. Sedangkan masing-masing buku Supernova menggunakan gaya masing-masing karakter. Naratifnya Dimas dan Ruben, dalamnya cara pemikiran Bodhi, gaya santai Elektra, dan nuansa pemberontakan Zarah. Gelombang pun disusun dalam cara pikir seorang Alfa, bukan Dee.

Memang keren Gelombang, meskipun banyak cibiran dan kritikan pedas dari analisis lain namun saya menganggap Novel ini merupakan terbitan terbaik pada tahun 2014. Gelombang merupakan seri Supernova terfavorit kedua saya setelah KPBJ. Tokoh Alfa Sagalalah yang menjadi pertimbangan saya. Entah mengapa, sifat ke-alien-nya yang absurd malah membuat saya merasakan dimensi sudut pandang yang memukau. Sungguh tidak sabar menanti seri terakhirnya Supernova Intelegensi Embun Pagi. Saya sangat berharap di seri penutup Supernova, Dee bisa memberikan sesuatu yang seperti KPBJ lagi bahkan yang lebih keren lagi. Kalau Anda?
Read more ...

Rabu, 07 Januari 2015

Delapan Novelis Fenomenal dengan Pendapatan Terkaya di Indonesia

Berikut ini adalah 8 penulis terkaya berdasarkan survei beberapa majalah kampus, ekonomi, gramediakompas dan beberapa sumber terpercaya:

1. Andrea Hirata 
Andrea Hirata adalah penulis sukses best seller Laskar Pelangi dan beberapa buku lainnya seperti Sang Pemimpi, Maryamah Karpov. Sumber menyebutkan, Andrea menjual lebih dari 600.000 copy exp bukunya dan dengan total keuntungan lebih dari Rp 3,6 miliar saja dalam satu judul laskar pelangi. Bukunya yang paling saya suka adalah Laskar Pelangi Karena didalamnya menyadarkan saya untuk mensyukuri karunia Tuhan. Bila ditambah dengan beberapa bukunya yang mencetak best seller, mungkin bisa kalian bayangkan sendiri berapa penghasilan pria asal Belitung tersebut. Bonus tambahannya ia menjual karyanya dengan harga 25 juta untuk difilmkan. Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi.

2. Habiburrahman El Shirazy 
Hampir semua karya-karya Habiburrahman yang berupa novel maupun mini novel best seller. Sebut saja Ayat-Ayat Cinta yang puluhan kali dicetak ulang lalu difilmkan dan ditonton oleh 3,5 juta orang. Novel yang lain Ketika Cinta Bertasbih menyamai Ayat-ayat Cinta. Novel terbarunya yang bersetting Rusia, Bumi Cinta juga mulai mengikuti novel-novel sebelumnya yang best seller. Bukunya AAC terjual lebih dari 400.000 exp menempatkan pria lulusan mesir ini sebagai penulis terkaya kedua di Indonesia dengan Rp 2,4 Milliar. Bonus tambahan yang ia dapatkan dari novelnya yang diangkat ke layar lebar adalah 150 juta dari Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih dan Migrab Cinta.

3. Mira W. 
Penulis yang paling produktif dalam 20 tahun terakhir dengan buku-buku fenonemalnya seperti Cinta Sepanjang Amazon, menempatkan penulis yang juga dokter umum ini berada di peringkat ketiga penulis terkaya di Indonesia. Mira W. melahirkan lebih dari 20 novel best seller yang diperkirakan memberikan keuntungan lebih dari Rp 2 milliar dari bukunya tersebut. Ia juga aktif menjual karyanya ke film dan layar lebar. Bila perbuku ia mendapatkan 25 juta, silakan hitung berapa uang yang ia hasilkan dari hak ciptanya tersebut.

4. Dewi “Dee” Lestari 
Dee adalah salah satu penulis yang cukup fenomenal. Ia merupakan novelis favorit saya dalam list ini. Kehadiran Supernova-nya yang terkesan “rumit” banyak digemari penikmat sastra di Indonesia. Supernova Putri, Ksatria dan Bintang Jatuh, Supernova Petir dan Supernova Akar mampu menyaingi novel-novel teenlit dan Chiklit yang marak kala itu. Seri Supernova Gelombang (2014) dan Supernova Partikel (2012) adalah novel terbaru Dee, sebelumnya Dee mengeluarkan kumpulan tulisannya dalam Rectoverso. Di Rectoverso, Dee mampu membuktikan bahwa tulisan yang berkualitas dapat juga diapresiasi dengan baik. Rectoverso juga dikawal dengan album solo Dee bertajuk sama. Semua lagu di album Rectoverso merupakan gambaran setiap tulisan di bukunya. Lirik maupun tulisan di buku sama-sama puitis. Kemudian novel Perahu Kertas yang menjadi topik terhangat ketika diadaptasi menjadi sebuah film dan lagu. Ia konon menghasilkan lebih dari 1,5 miliar rupiah dari seluruh novelnya.

5. Agnes Davonar 
Ia tidak memiliki latar belakang seni ataupun sastra, tapi memulai tulisan-tulisan ringannya lewat blog pribadinya. Tanpa ia sadari, tulisan-tulisannya mampu membius pembaca online hingga akhirnya ia menjelma menjadi penulis novel fenomenal dengan beberapa kontroversi yang menghampanya. Gaby, karakter ciptaannya menjadi kasus terumit di Indonesia yang melibatkan perebutan lagu misterius. Berbekal prestasi blogger internasional dan sejumlah penghargaan nasional, membuat nama dua bersaudara ini melambung menjadi penulis termahal di Indonesia. Buku Surat Kecil Untuk Tuhan karya mereka terjual lebih dari 200.000 exp atau menghasilkan 700 Juta Rupiah. Ia masih memiliki 7 novel lain yang mencetak best seller yang dijual di luar negeri. Menurut sumber film Indonesia, Agnes bersaudara mendapatkan lebih dari 500 juta Rupiah dari hak cipta novelnya yang semuanya telah menjadi perebutan produsen-produsen kakap nasional. Ia mendapatkan akusisi blognya dari Garudafood lewat produk chocolatosnya dengan nilai sponsorship 500 juta pertahun. Sampai saat ini, penulis ini masih dikenal misterius karena tertutup dan jarang sekali tampil walau dibayar mahal sekalipun dalam sebuah seminar.

6. Raditya Dika 
Sama halnya dengan Agnes Davonar, Raditya Dika memulai karielnya sebagai seorang blogger dan berhasil menempatkan dirinya sebagai penulis terkaya ke 6 di Indonesia lewat novel Kambing Jantan-nya yang fenomenal. Walau film adapatasi novelnya gagal di pasaran, tapi buku-bukunya tetap menjadi terfavorit dan mendapatkan lebih dari 500 juta keuntungan pribadi yang membuat pria yang bekas mantan pacar Sherina ini sebagai penulis muda beruntung. Selain sebagai novelis ia juga menjadi artis dan comedian Stand Up Comedy yang sukses. 
 
7. Agnes Jessica 
Dia adalah seorang guru matimatika yang kemudian berhenti mengajar dan memutuskan karielnya menjadi seorang penulis. Ternyata pilihanya tidak salah, ia menjadi penulis yang aktif hingga nyaris menerbitkan 1 bukunya setiap bulan, terkenal akan karyanya Sepatu Kaca, menempatkan dirinya dengan pendapatan lebih dari 400 juta keuntungan pribadi dan belum termasuk hak cipta film untuk karyanya.

8. Asma Nadia 
Kiprah wanita yang satu ini memang luar biasa. Puluhan bukunya baik yang berupa novel, kumpulan cerpen dan kumpulan essai telah terbit. Dan hampir semuanya best seller. Tulisan-tulisan Asma Nadia banyak ditemukan di majalah hingga koran. Salah satu bukunya yang best seller adalah Catatan Hati Seorang Isteri yang diterbitkan Lingkar Pena Publishing dan Kumcer Emak Ingin Naik Haji. Tulisan-tulisan yang dibuat oleh Asma tentu saja banyak memberikan inspirasi dan motivasi. Nilai-nilai yang syar’I dapat ditemukan di setiap tulisannya. Hebatnya lagi, Asma mampu mengemasnya dengan cantik bahkan meremaja sekali. Sehingga banyak sekali remaja yang menyukai tulisan-tulisannya. Konon ibu muda ini mengumpulkan lebih dari 300 juta dari karyanya yang beredar dan beberapa hak cipta film untuk novelnya.
Read more ...

Sabtu, 03 Januari 2015

Aku Ada

 
Melukiskanmu saat senja. Memanggil namamu ke ujung dunia.
Tiada yang lebih pilu. Tiada yang menjawabku. Selain hatiku
dan ombak berderu.

Memandangimu saat senja. Berjalan di batas dua dunia.
Tiada yang lebih indah. Tiada yang lebih rindu. Selain
hatiku. Andai engkau tahu.

Aku memandangimu tanpa perlu menatap. Aku mendengarmu
tanpa perlu alat. Aku menemuimu tanpa perlu hadir. Aku
mencintaimu tanpa perlu apa-apa, karena kini kumiliki
segalanya.

Aku ingin meneriakkan bahagia ini, tapi entah dengan cara
apa.

Tak ada jejakku di sampingmu. Tak ada siapa-siapa. Namun,
aku merasa kita melangkah bersama. Entah bagaimana bisa
begitu.

Ingin rasanya aku ikut berlari, berteriak agar kau
kembali, mencengkeram bahumu agar kau tahu aku ada di sini.
Namun bahasaku tinggal rasa.

Aku hanya ingin merengkuhmu. Adakah engkau tahu? Aku ada.

Percayakah kamu? Aku selalu ada. Kedalam perasaan inilah
engkau akan bermuara, ke dalam perasaan inilah engkau akan
pulang dan bertemu aku lagi. Dan perasaan itu dapat engkau
nikmati sekarang di dalam hati. Tanpa perlu mati. Sekarang.

Dengarkah kamu? Aku ada. Aku masih ada. Aku selalu ada.
Rasakan aku, sebut namaku seperti mantra yang meruncing
menuju satu titik untuk kemudian melebur, meluber, dan
melebar. Rasakan perasaanku yang bergerak bersama alam
untuk menyapamu.

Semakin kuat kau mengayuh, kau malah semakin mundur ke
pasir tempat kau tadi melangkah.

Tempatmu di sana. Kembalilah ke pasir tempat jejak-jejakmu
tersimpan, kembali padanya yang menantimu dengan senyum
sayang.

Engkau tersenyum bersama segenap jiwamu, karena hari ini
kita sama-sama mengetahui satu rahasia: cinta adalah aku,
cinta adalah engkau, cinta adalah dia, dan cinta tak pernah
mati. Sekalipun jasadku sudah.
Read more ...
Designed By