Breaking News

Sabtu, 13 Desember 2014

Malaikat dalam Kegelapan

Oleh: Fuad Akbar Adi

Aku masih terkapar dalam gelapnya malam, ditemani lima botol anggur yang sudah habis kutenggak. Saat pandanganku mulai pudar, datang Bodyguard diskotik dengan mata yang melontot lalu mencoba mengusirku keluar.

“ Nona, sampai kapan kamu mutah-mutah di lantai seperti itu?” tanya dia ketus.

“Kampret! Ngapain loe ngurusin gue? Gue kan di sini bayar, terserah due dong mau ngapain. Pergi loe!” balasku lebih ketus lagi.

Tapi bukanya Bodyguard itu takut dengan gertakanku, dia malah tetap bergeming di tempat. Kemudian dia menatap ke sekeliling mencari sesuatu. Setelah ketemu, ternyata dia menatap segerombolan orang dan dengan isyarat tepuk tangan dia mengundang gerombolan orang-orang itu ke tempatku duduk. Sial, ternyata bodyguard yang ada di sampingku ini adalah ketuanya bodyguard. Wajahku mulai memerah saat ku lihat para anak buahnya dengan tubuh sebesar badak datang menghampiriku.

“Kalian, usir dia keluar dari sini. Cepet!” perintah ketua Bodyguard kepada anak buahnya.

“Siap boss. Dasar gelandangan stres, minggat loe dari sini” ujar salah satu anak buah sang Bodiguard.

“Sialan loe semua. Woy, lepasin. Anjing!” Ku meronta saat tangan-tangan berotot mencengkramku kasar.

Aku mencoba melawan mereka sekuat tenaga. Namun, semua itu hanya sia-sia. Tak mungkin aku seorang gadis dengan badan kurus mampu mengalahkan segerombolan kunyuk-kunyuk bermuka musam. Hanya dalam waktu sekejap, aku sudah tersungkur di depan Diskotik. Badanku memar-memar akibat perlawanan yang aku lakukan pada mereka. Andai aku pasrah saat digiring keluar, mungkin aku tak akan mendapat luka seperti ini. Tubuhku sudah tak berdaya untuk berdiri. Hanya tergeletak, memandangi orang-orang yang berlalu-lalang di sekitarku yang tak kunjung melluluhkan hatinya untuk menolongku. Sialan. Saat-saat seperti ini hanya Loli, pasangan lesbianku yang bisa ku harapkan. Namun, saat ini aku sedang bertengkar denganya. Akhir-akhir ini dia memang agak rewel. Tak tau kenapa? Mungkin dia lagi PMS. Membayangkan seperti itu, akhirnya aku tak jadi meminta Juli menolongku. Aku pun hanya kembali menunggu datangnya malaikat yang akan menolongku. Walaupun mustahil ada malaikat yang berkeliaran di sekitar Diskotik seperti ini.

Setelah sekian lama terkapar dan tak ada seorang pun yang menolongku. aku mulai bosan. Kulihat arlojiku ternyata sudah menunjukan pukul 1 pagi. Kukumpulkan semua tenaga yang tersisa untuk bangkit. Namun apa daya, tenagaku belum sepenuhnya pulih, di tambah efek minuman alcohol yang membuat kepala ini terasa terus berputar kencang. Kupejamkan mata pasrah karena mulai putus asa. Akan tetapi, saat itu lah datang seorang pria tampan bak malaikat datang menghampiriku.

“Duh, kasian ini cewek. Mungkin lagi galau berat sampai terkapar mabuk di tengah jalan seperti ini” ujarnya sambil menggendongku menuju ke suatu kursi di pinggir jalan.

Sialan, dia kira aku ini cewek lemah yang mabuk cuma gara-gara patah hati. Tapi tak apalah, yang penting dia sudi menolongku dari pada aku tetap terkapar di tengah jalan sampai pagi. Setelah dia mendudukkanku di kursi, kemudian dia mengusap semua luka memarku dengan sapu tangan yang ia keluarkan dari dalam saku jaketnya. Setelah semua lukaku bersih, dia membeli air mineral dan memberikanya kepadaku. Secepat kilat kuambil minuman yang ada di tangannya dan kuminum. Kini, pusing di kepalaku mulai reda. Walau terkadang aku masih mutah-mutah tapi dia malah dengan sabar membersihkan sisa-sisa mutahanku di sekeliling bibir dengan sapu tangannya.

“Siapa nama loe? Ngapain loe di sini?” Tanyaku kepadanya setelah ku mulai sadar.

“Harusnya gue yang tanya seperti itu. Siapa loe? Ngapain loe di sini sampai terkapar di tengah jalan?” dia malah balas menanya.

“Sialan, ditanya malah balik nanya. Nama ague Nina. Gue habis diusir secara paksa oleh Bodyguard di Diskotik itu karena gue mutah-mutah di sana”

“Haha. Jadi itu alasanya kenapa loe terkapar tadi. Yaudah, panggil aja gue Bara” jawab Bara dengan senyum seadanya.

Setelah itu, kami masih mengobrol di kursi hampir satu jam. Bara sangat baik kepadaku yang membuatku terpesona kepadanya. Sangat sulit seorang pria dapat membuat terpesona seorang lesbian sepertiku. Apalagi dengan latar belakang keluargaku, dimana Ibuku selalu mengajarkanku untuk membenci Ayah dan setiap laki-laki. Dengan ketampanan seperti itu, sepertinya dia telah membuat hatiku luluh sebagai seorang lesbian. Hasrat ingin bercinta dengannya pun muncul. Sudah lama juga aku tak pernah bercinta dengan seorang pria. Tampan lagi. Akhirnya kuajak dia untuk mengantarku ke sebuah hotel dan dengan polosnya dia hanya menurut saja. Setelah memesan satu kamar, aku kembali memintanya untuk mengantarku menuju kamar yang sudah aku pesan. Kembali lagi dia menurut begitu saja. Cowok seperti itu pasti sering dimanfaatkan oleh wanita-wanita kurang ajar. Seperti aku mungkin.

Setelah sampai, kuajaknya duduk di kasur. Kututup pintu dan aku kunci. Sempat Bara terheran dan menanyakan kenapa. Namun, aku hanya diam dan kujawab dengan senyuman nakal. Sepertinya Bara juga sudah tahu maksudku. Aku pun menjadi tak canggung lagi. Langsung saja kepeluk dia dan ku cium bibirnya dan dia membalas semua itu. Dasar semua lelaki memang sama, kalau ada yang enak-enak saja pasti dia tahu apa yang harus dia perbuat.

Di kamar dengan luas 5x5 meter persegi dan dengan lampu yang padam karena aku matikan, kami bercinta di sana. Walau sempat dalam hati ada penyesalan karena telah menghianati kekasih lesbianku, namun tubuh ini sudah tak berdaya lagi menahan gejolak hati yang ingin segera diluapkan. Bara memang bak malaikat dalam kegelapan, datang secepat kedipan mata, menyentuh hatiku lalu mencurinya. Disaat aku kedinginan dia menyelimutiku dengan hangat tubuh dan nafasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By