Breaking News

Senin, 15 Desember 2014

Lem Perekat Serpihan Hati

Oleh: Fuad Akbar Adi

Ada pepatah mengatakan bahwa dunia ini tak selebar daun kelor. Dunia ini sangat luas dengan apa saja yang ada di dalamnya. Luasnya dunia ini membuat banyak sekali perbedaan di dalamnya dan tentu saja jika ada perbedaan pasti akan ada perwujutan dari lawan katanya yaitu persamaan. Namun orang-orang selalu menitik beratkan keduanya sebagai suatu hal yang sangat penting melebihi segalanya. Mengapa harus begitu? Mengapa hal sesimpel itu harus dipermasalahkan?. Inilah faktanya. Ada kesamaan, tetapi ada pula perbedaan. Lantas, kenapa yang berbeda harus disingkirkan dan kenapa yang sama mesti selalu dipaksakan?

Bahkan bagi para pecinta yang telah kecanduan akan nikmatnya cinta, entah itu benar-benar cinta atau cinta-cintaan semata, mereka selalu mempermasalahkan hal seperti ini. Memang dasar bangsat cinta itu bagi mereka yang belum mengerti arti cinta sejati. Namun bagi mereka yang telah menemukan cinta sejati, mereka tak akan pernah merasakan rasa sakit hati, galau, cemburu atau apalah itu karena cinta mereka didasari rasa iklas bahwa disaat kita telah siap mencintai seseorang kita juga harus siap membencinya suatu saat nanti. Manis telah dirasakan saat cinta itu menyentuh ujung lidah kita dan pasti akan datang rasa pahit setelah cinta itu masuk ke dalam pangkal lidah.

Terselahlah peribahasa memang tidak akan bisa mewakili suatu fakta karena peribahasa menggunakan bahasa klise dengan penuh kata-kata puitis sedang fakta menggunakan bahasa yang sederhana dan apa adanya. Seperti cinta sejati yang menerima semua yang ada pada diri orang yang kita cintai dengan apa adanya.

Fahri sedari tadi masih saja duduk didepan televisi menonton berita olahraga yang tayang setiap pagi sebelum berangkat kuliah. Kedua sahabatnya Bahlul dan Samin masih saja gembar-gembor dikamar mandi. Setiap hari mereka selalu saja ribut, kedua kunyuk ini sedang merebutkan kamar mandi separti sedang merebutkan seorang bidadari yang jatuh dari langit saja.

“Cepet ndes, aku wes kebelet nemen ke. Durong ngeprint tugase Pak Harno meneh”. Samin berteriak sambil mengetok-ngetok pintu kamar mandi.

“Iyo, sedilut aku durong rampung”. Jawab Bahlul dengan teriakan yang tidak kalah keras. Samin kembali melontarkan teriakanya “Lha ados ojo karo sayang-sayangan po’o ra. Mbok hpne pateni sek, orak ngerasake kene wes tekan pucuk yow”. “Iyo-iyo geger terus ke. Asem okh”

“Sayang udah dulu ya. Aku mau mandi nih. Mas mau berangkat kuliah, ini kamar mandinya yang ngantri banyak soalnya. Doain mas ya. Muach-muach.”

“Iya sayang. Hati-hati ya. Jangan nakal ya disana dan jangan cari cewek lagi. Doa adek selalu menyertaimu. Hati dan cinta ini hanya untukmu. Muach-muach.”

Mata Fahri tetap saja tertuju pada layar TV 21 Inc di kontrakanya. Dia seakan tidak peduli dengan keributan yang terjadi antara dua sahabatnya konyolnya itu. Fahri memang setiap hari bangun lebih awal dari dua sahabatnya itu, bahkan dalam sebulan terakhir tanpa sepengetahuan kedua sahabatnya, Fahri selalu bangun jam tiga pagi. Dia bangun untuk melaksanakan salat tahajud. Dia memang sedang galau, sehingga ia sempatkan salat tahajud untuk curhat kepada tuhanya.

Seperti biasa dia hanya menghabiskan setengah nasi bungkus yang biasa dia beli dari mbok Imah, entah kenapa akhir-akhir ini nasi mbok Imah tidak seenak dulu. Kini sebagai pengganti, sebatang Nikotin dan secangkir Kafein memang terasa sangat nikmat bagi mereka yang sedang stres dan galau berat. Sebenarnya dulu dia sudah berhenti merokok berkat seseorang yang dulu pernah mengubah hidupnya namun sekarang orang itu sudah tidak ada lagi, sudah tidak pernah tampak lagi batang hidungnya dan sudah lenyap ditelan perihnya sakit hati yang Fahri rasakan.

Dengan layu, tatapanya tetap bergemin dari TV 21 inc itu. Namun dalam pikiranya hanya melayang-layang kisahnya dua bulan yang lalu. Sebulan yang penuh ceria dimana dia masih ditemani gadis manis dengan wajah polos yang selalu mengacaukan laju khayalnya. Gadis yang sangat baik dengan bibir merah tipisnya selalu menemani Fahri menjalani kehidupan seorang mahasiswa baru yang belum dewasa dan masih belajar menjadi dewasa. Masa-masa indah bersama orang yang benar-banar ia sayangi. Seorang gadis yang sangat berbeda dengan gadis-gadis yang lain. Fahri tak peduli sering diolok-olok oleh sahabatnya karena punya pacar sperti itu. Dia malah bangga. Dia bangga punya pacar yang berhijab, dia bangga bahwa pacarnya tidak pernah berbohong, dan dia bangga akan semua hal yang melekat pada diri pacarnya itu. Namun semua tinggal kenangan, kini Bulan telah berganti bulan. Bulan ceria itu telah digantikan oleh sebulan yang sangat kelam dan mengenaskan.

Jam ditangan Fahri telah menunjukan pukul 06.30. Lalu ia bergegas barangkat ke kampus menggunakan motornya. Ia sengaja berangkat pagi supaya ia bisa barangkat dengan santai dan kembali meneruskan lamunanya tentang kejadian-kejadian yang terjadi dibulan yang kelam itu. Ingin rasanya melupakan semua kejadian yang telah berlalu namun kenangan yang telah terjaddi kini sudah mendarah daging di dalam tubuhnya dan kini setan-setan terkutuk terus saja berkecoh dalam pikiran Fahri membisikan pikiran-pikiran negatif ke telinganya.

Sambil ngalamun ia berbicara dalam hati dengan dirinya “Apakah dia sejahat itu ya? Kenapa dia menjadi begini? Apa salah ku sehingga aku pantas mendapatkan hukuman seperti ini?”. ”What the fuck!” tanpa disengaja oleh Fahri kata-kata itu keluar dengan sendirinya dari mulutnya yang sedari tadi hanya terdiam membisu.

Kegalauan Fahri bermula saat ia diputuskan oleh pacarnya yang bernama Farah dengan alasan bahwa Farah dilarang berpacaran oleh orang tuanya saat kuliah. Sebuah alasan yang sangat polos sekali, sebuah alasan yang sebenarnya pantas diucapkan oleh seorang anak SD. Namun Fahri sangat menghargai itu. Dia tidak pernah manyalahkan keputusan pacarnya, dia tidak pernah menyalahkan orangtua pacarnya yang sangat protektif. Dia hanya menyalahkan dirinya sendiri yang belum bisa mengiklaskan keputusan yang telah diambil oleh sang pacar.

Fahri tetap seperti dulu, dia akan terus manyayangi pujaan hatinya itu. Dia rela melakukan apa saja untuk bisa membahagiakan Farah, sang pujaan hatinya. Bahkan dia memindset dirinya sendiri bahwa apa yang Farah mau adalah apa yang akan ia lakukan. Meskipun kini statusnya hanya sebagai seorang mantan pacar.

Namun ternyata semua pengorbanan yang telah ia lakukan dibalas dengan sebuah rasa sakit yang amat menyakitkan sekali. Suatu hari saat ia pulang kuliah, ia mendapati Farah berboncengan dengan mesranya bersama lelaki lain. Fahri tidak tahu siapa lelaki itu yang jelas setiap hari lelaki itu selalu mengantar jemput sang mantan kekasihnya dulu. Rasa cemburu kini menghelayuti hati Fahri namun bukan itu masalah utamanya melainkan status antara mereka. Fahri memang tidak pernah mencoba meminta penjelasan kepada Farah karena kini dia memang bukan siapa-siapa lagi. Fahri tidak berhak mengatur mantan pacarnya untuk dekat dengan siapa saja. Namun Fahri adalah seorang lelaki juga, dia tahu persis watak seorang lelaki. Tidak mungkin seorang lelaki rela mengantar jemput seorang gadis kalau tidak ada maunya.

Entah lelaki itu adalah pacar baru sang mantan atau sebatas teman dekat saja. Namun apapun itu, telah membuat Fahri menjadi kecewa kepada mantanya. Andai saja lelaki itu benar-benar pacar baru Farah berarti sang mantan telah membohonginya. Bagaimana tidak dia diputuskan karena katanya Farah tidak boleh pacaran namun yang terjadi kini Farah malah pacaran dengan orang lain dan itu bagaikan sebuah bom atom pengkhianatan yang meledak di hati Fahri. Menghancurkan seluruh hatinya dan radiasi dari bom atom itu akan menyebar ke seluruh tubuhnya, menghancurkan semua orga-oargan tubuhnya secara perlahan dan akan terus membekas selamanya. Sangat menyakitkan sekali jika itu benar terjadi. Bukankah berbohong itu hanya akan menyelamatkan sementara dan akan membunuh selamanya. Dia sudah bersusah payah menjaga hatinya, andai saja Fahri mau, dia bisa saja mencari pacar baru untuk mengisi kekosongan hatinya namun dia tidak melakukanya. Dia tidak mau menyakiti hati sang mantan, dia tidak mau terlihat jahat di mata sang mantan, dia tidak mau dianggap sebagai lelaki gampangan yang mudah saja mencintai seorang wanita dan Fahri memang bukan seorang lelaki yang seperti itu.

Namun andai saja dugaanya salah bahwa lelaki itu hanyalah sebatas teman tetap saja itu akan membuatnya kecewa. Teman adalah teman dan itu ada batasnya sedang hubungan pertemanan yang terjalin antara lelaki itu dengan sang mantan sudah tidak sehat. Adakah teman sebaik itu yang rela meluangkan waktunya hanya untuk mengantar jemput seorang gadis jika dia tidak mempunyai perasaan cinta kepada gadis tersebut? Dan Fahri berpandangan bahwa tidak ada seorang lelaki sebaik itu kepada seorang gadis jika lelaki itu tidak mencintai sang gadis. Lalu lelaki itu akan menembak Farah jika saja benar Farah hanya menganggap sang lelaki itu sebagai teman berarti dia akan menolak lelaki itu dan berarti dia telah memberikan harapan palsu kepada sang lelaki dan terkesan seperti hanya memanfaatkanya saja. Itulah sebab lainya mengapa Fahri tidak mau meminta penjelasan kepada sang mantan karena andai saja dia bertanya jawaban apa saja yang akan dikatakan oleh sang mantan akan membuatnya menjadi kecewa.

Kini tidak terasa perjalanan dari kontrakan ke kampus telah berakhir. Kini dia sudah bisa melihat gerbang kampusnya yang dengan gagahnya berdiri tegak dihadapanya. Akan tetapi bukan itu yang menjadi perhatianya, melainkan Farah. Fahri kembali lagi melihatnya diantar oleh lelaki yang sama. Lelaki yang sering mengantar jemput Farah setiap hari. Sejenak Fahri dan Farah saling bertatapan dari kejauhan namun Fahri langsung memalingkan muka dan menghilangkan pandangan dari kedua orang itu. Fahri sudah tidak sanggup lagi melihat pemandangan yang demikian. Rasanya ia ingin mengambil pisau dan menghabisi keduanya di tempat itu juga. Namun terlalu egois bagi Fahri untuk melakukanya karena dia tidak punya hak untuk mengakhiri nyawa seseorang walau orang itu telah menyakiti hatinya. Dan Fahri memang bukan orang egois karena dia tidak memalukanya, dia hanya bisa menghelai nafas dalam-dalam dan mencoba untuk tegar.

Kali ini dengan langkah yang lincah dan penuh semangat ia mencoba menutupi kegalauanya saat masuk ke dalam kelas. Teman-temanya seperti biasa tidak pernah menaruh rasa curiga kepada Fahri karena memang tidak ada yang mencurigakan pada dirinya. Sedikit orang yang bisa membaca pikiran seseorang apalagi membaca hati seseorang. Teman-temanya tak tahu kesedihannya saat ia tertawa, tak tahu kebingunganya saat ia tersenyum, dan tak tahu kegelisahanya saat ia berkata “Aku baik-baik saja”. Mungkin hanya segelintirr orang yang tahu apa yang Fahri rasakan. Orang-orang yang memiliki perasaan yang peka, orang-orang yang bisa tahu sesuatu tanpa harus bertanya. Dan sepertinya dia baru saja menemukan orang yang seperti itu.

Saat Fahri hendak pulang ke kontrakaan, seorang gadis memanggilnya dari belakang. “Fahri” teriak gadis itu dari belakang. Fahri menoleh ke belakang dan ia melihat sesosok gadis yang asing dan belum ia kenal.

“Eh, iya. Emm, sori kamu siapa ya?”

“Kamu orang Pekalongan kan?”

“Emm, kok tau? Kamu siapa sih?”

“Hehe. Kenalin aku Fitri. Aku sering lihat kamu pas lagi di Pekalongan. Terus katanya Samin, kamu temen satu kontrakanya.”

“Oh, jadi kamu temenya Samin. Yaudah salam kenal yah”

Perkenalan yang berjalan singkat namun semenjak itu mereka kini menjadi akrab. Mereka kini telah mengenal satu sama lain. Usut punya usut, Fitri ternyata adalah teman TK Fahri. Memang tidak diduga bagi Fahri akan dipertemukan lagi dengan teman TKnya yang bahkan dia sudah tidak ingat lagi nama dan wajahnya. Dan mumgkin pepatah yang mengatakan dunia ini tak selebar daun kelor tak sepeuhnya benar karena ternyata dunia ini sangat sempit bagi Fahri. Secara fisik memang tidak ada yang spesial dari Fitri, sama seperti gadis yang lain. Tubuh Fitri memang agak pendek tapi wajahnya manis. Dia berhijab sama seperti Farah sehingga kadang Fitri mengingatkan Fahri akan Farah, kekasihnya dulu. Namun kini Fahri tidak mau jatuh dalam lubang yang sama walaupun Fitri cukup cantik namun kali ini Fahri tidak akan berniat untuk memacarinya. Sudah cukup pengalaman yang terjadi antara dia dan Farah. Benar, sebelum mereka pacaran Fahri dan Farah dulunya adalah teman bahkan bisa dibilang sahabat. Akan tetapi, Fahri telah menodai persahabatan mereka dengan menyukai Farah. Memang tidak ada yang bisa disalahkan. Cinta datang secara tiba-tiba dengan sendirinya namun andai saja Fahri tidak mencintai Farah mungkin sampai saat ini mereka masih bisa bersama-sama saling bercanda tawa tanpa ada kata putus dan perpisahan yang menyakitkan. Ya sudahlah, semua telah terlanjur terjadi, kini rasa galau yang selalu menyelemuti hati Fahri sudah mulai berkurang. Serpihan hati yang bertaburan kemana-mana kini sedikit demi sedikit telah terkumpul. Bersama teman barunya yaitu Fitri, kini Fahri lebih sering menghabiskan waktunya dengan senyuman.

Suatu hari terjadi percakapan antara Fahri dan Fitri yang kelak akan menjadi klimak hubungan mereka “Fahri, kamu kalau pulang ke Pekalongan aku nebeng dong?”. “Gak ah” jawab Fahri dengan muka sok serius. “Lho, kenapa emang? Pelit banget sih” balas Fitri dengan ketus. “Haha. Iya-iya, minggu besok aku pulang, kamu ikut deh” jawab Fahri dengan senyum seadanya. “Yes, beneran ya. Awas kalau bohong”. Fitri memang sudah lama sekali tidak pulang ke Pekalongan maklum Fitri kalau pulang menggunakan travel sudah ribet biayanya mahal sehingga dia lebih memilih jarang pulang ke Pekalongan.

Sepanjang perjalanan mereka saling bercerita tentang kehidupan mereka masing-masing. Mulai dari Fitri yang ternyata tidak pernah SD dan SMP. Pernyataan itu sempat membuat Fahri terkejut namun setelah dijelaskan oleh Fitri ternyata yang dimaksud adalah Fitri tidak pernah SD dan SMP karena dia sekolah di MI dan MTS. Karena saking akrabnya pembicaraan mereka hingga membuat Fahri keceplosan menceritakan kisah kegalauanya. Sebenarnya Fahri tidak mau bercerita kepada siapa-siapa namun Fitri terus memaksa dan memancing Fahri untuk bercerita. Fitri memang sosok gadis yang perasaanya sangat peka, sepertinya dia tahu benar wajah orang yang sedang galau walau Fahri sudah bersusah payah menyembunyikan raut wajahnya.

“Hmm. Jadi kamu menganggap dia telah mengkhianatimu ya?” tanya Fitri sesudah Fahri selesai bercerita.

“Huhhh. Gak tau lah aku juga bingung”

“Kok bingung? Lha, terus rencanamu mau gimana?”

“Gak tau fit. Dah dibilang aku bingung kok”

“Kamu gak berencana buat move on? Masak mau galau-galauan terus gitu?”

“Masih belum. Kayaknya aku masih trauma. Masih pengen ngejomblo dulu”

“Trauma? Emang segitunya ya ?”

“Iya lah. Mungkin salahku juga terlalu sayang sama dia sehingga saat benci aku jadi benci banget. Aku belum siap membencinya. Persepsiku buat dia terlalu tinggi sehingga saat aku merasa kecewa dengannya aku juga jadi kecewa banget”

“Jangan gitu lah. Gak boleh terlalu membenci orang. Semua orang pasti punya salah karena memang manusia adalah tempatnya salah”

“Kamu kok lama-lama kayak Mamah Dedeh gitu?”

“Ihhh. Nih anak dibilangin malah ngeledek yah. Belum pernah dijitak sama cewek cantik kan?”

“Hahaha. Iya mamah. Aku gak jadi benci deh. Pissss”

“Hmm. Gitu ya. Yaudah semangat-semangat. Aku selalu mendukungmu” dengan satu kedipan mata Fitri mencoba menyemangati Fahri. Dan dibalas oleh Fahri dengan senyum seadanya.

Akhirnya mereka sudah sampai di Pekalongan. Fahri mengantar Fitri sampai ke rumahnya. Setelah pamit dengan orang tua Fitri, Fahri langsung pulang ke rumahnya. Sesampainya dirumah Fahri langsung membaringkan tubuhnya ke kasur. Dia membuka hpnya dan ternyata ada SMS dari Fitri.

From: Fitri

Gimana? Masih galau kah?

Jangan galau mulu. Ntar cepet tua lho :P

Reply

To: Fitri

Iya nih. Masih galau :(

Semangatin dong.

Hampir setengah jam Fahri menunggu balasan SMS dari Fitri. Dia jadi bingung karena tumben Fitri lama banget bales SMS. Namun saat Fahri mulai gelisah SMS Fitri akhirnya tiba.

From: Fitri

Aku bukanlah wanita yg sebijaksana Khadijah, sepandai Aisyah, setangguh Fatimah dan seiklas Sumayyah. Aku hanyalah wanita akhir zaman yg sedang berusaha memberikan semangat untuk seorang calon imam kelak.

Bersyukur dan berusahalah

Fighting !

Jadi apabila salah satu pintu kebahagiaanmu tertutup, maka pintu yg lain pasti akan terbuka, namun jika kamu terlalu meratapi pintu yg lama, maka kamu tidak akan mendapatkan apa” selain penyesalan :)

Spontan Fahri langsung kaget membaca SMS Fitri. “Gila nih cewek romantis juga. Tapi yang dibilangin bener juga sih kayaknya aku gak boleh gini terus, aku gak boleh terus meratapi pintu yang lama kalau gak mau mendapatkan penyesalan” Fahri bicara dengan dirinya sendiri. Fahri mulai terkesan kepada Fitri, ternyata dia orangnya baik dan care juga. Fahri langsung bersiap membalas SMS Fitri.

Reply

To: Fitri

Aaaa, so sweet pakek banget :*

Pantes lama balesnya, browsing dulu nih pasti?

From: Fitri

Hehe. Tau ajah kamu. :D

Tapi kata”nya baguskan ?

Reply

To:Fitri

Iya. Bagus sampek hatiku meleleh.

Makasi ya fit, kamu dah care sama aku.

From: Fitri

Iya” gak usah alay ah, biasa ajah :P

Setelah itu mereka masih saja SMSan sampai mereka ketiduran. Esoknya Fahri mengajak Fitri jalan-jalan. Maklum sudah jarang Fahri malam mingguan di Pekalongan. Sepertinya Fahri ingin mengenang masa-masa pacaran waktu SMA sambil sejenak melupakan kegalauanya.

Fahri mengajak Fitri makan mie ramen di dekat alun-alun Pekalongan. Mereka saling bercanda tawa, berbicara tentang apa saja. Setelah makan mereka pergi ke STIMIK melihat pameran dan bazar lalu diakhiri pergi ke Dinas Kebudayaan yang ada di Jetayu untuk wawancara mengenai tugas mereka. Saat perjalanan pulang, hujan tiba-tiba datang. Mereka berteduh di depan mall Sri Ratu. Suasana dingin mulai menjalar dan menembus jaket mereka. Namun wajah Fitri masih tampak ceria. “Kamu kenapa ngeliatin aku kayak gitu? Terkesima ya?” tanya Fitri menaruh curiga kepada Fahri. “Hih. Kepedean! Aku seneng aja, malam ini bisa jalan sama kamu” jawab Fahri. “Oh, hehe. Biasa ajah lah, gak usah terharu gitu” balas Fitri dengan muka tersipu malu. Akan tetapi Fahri malah semakin serius saja “Makasi ya Fit. Kamu dah mau nemenin aku. Kamu dah buat kegalauanku sedikit demi sedikit berkurang” ujar Fahri dengan tatapan mata yang tajam. Ucapan itu membuat Fitri semakin kikuk. Dia malu sekaligus bingun dengan ucapan Fahri.

Tidak sampai menunggu lama, hujan telah reda. Kini Fahri sudah siap mengantar Fitri pulang. Dalam perjalanan pulang suasana menjadi sedikit hening disebabkan ucapan Fahri yang membuat Fitri menjadi canggung. Ditambah Fahri juga merasa tidak enak kepada Fitri dengan apa yang sudah dibicarakanya.

Sesampainya dirumah, Fahri terus saja kepikiran Fitri. Sepertinya dia mulai jatuh hati dengan Fitri. Fahri menjadi gilisah karena dia takut kejadianya dengan Farah akan terulang bersama Fitri. Fahri masih mengalami trauma psikis terhadap kegagalan hubunganya dengan Farah. Akan tetapi perasaanya sudah tidak bisa ditahan lagi, semakin sering dirinya berhubungan dengan Fitri, semakin tumbuhlah cinta di hatinya. Sebenarnya, seandainya Fahri mau mengutarakan isi hatinya kepada Fitri, sudah pasti Fitri akan menerima cintanya karena isyarat-isyarat yang telah Fitri berikan sudah cukup bagi Fahri untuk mengetahui bahwa Fitripun mencintainya. Kini Fahri harus mengambil keputusan sulit. Akan terus begini menahan perasaan cintanya atau akan perlahan-lahan menjauh dari Fitri, hanya itu pilihan yang tersedia karena dia tidak akan mengambil keputusan untuk memacari Fitri.

Kepala Fahri kini menjadi pusing, dia semakin bingung dalam mengambil keputusan. Sejenak dia menarik nafas dalam-dalam mencoba menenangkan pikiranya dan berharap akan mengambil keputusan yang tepat. Dia tidak mau menunda-nunda keputusanya karena Fahri tidak mau menggantungkan Fitri. Memang beginilah pemikiran wanita zaman sekarang jika datang seorang laki-laki yang tiba-tiba akrab dan baik kepadanya pasti si wanita berpikir bahwa laki-laki itu sedang melakukan pendekatan personal kepadanya dan ujung-ujungnya sang lelaki akan mengutarakan cintanya dan ingin menjadikan si wanita sebagai kekasihnya. Namun andai saja tidak ada penembakan dan kepastian dari sang lelaki pasti si wanita berpikir bahwa lelaki itu hanya menggantungkan cintanya dan memberikan harapan palsu. Itulah yang ditakutkan Fahri jika tidak cepat-cepat mengambil keputusan, dia takut jika Fitri berpikiran bahwa dia hanya memberikan harapan palsu semata kepada Fitri. Akhirnya setelah sekian lama merenung dan berpikir keras, Fahri memutuskan untuk mengatakan semua isi hatinya dan keinginannya dengan jujur besok saat mereka akan kembali ke Universitas mereka.

Esoknya, tepat hari minggu jam 12 siang Fahri sudah bergegas untuk menjemput Fitri ke rumahnya. Tak sampai 15 menit Fahri telah sampai di rumah Fitri. Fitri menyambut kedatangan Fahri dengan senyuman. Fitri langsung bergegas menghampiri Fahri, sepertinya gadis itu telah siap untuk berangkat. “Ini buat kamu, jangan lupa dibagi sama temen-temen kontrakan ya. Maaf kalau rasanya agak aneh, maklum belum berpengalaman.” Sambil tersenyum, Fitri menyodorkan sebuah kardus berukuran sekitar 30 cm persegi yang ternyata didalamnya berisi sebuah roti bolu. “Ha? Apaan nih? Kenapa harus repot-repot segala sih. Thanks ya.” Jawab Fahri dengan muka heran bercampur senang. “Iya, gak usah terharu gitu. Kamu mah dikit-dikit terharu, sensitif banget parasaanya” ledek Fitri kepada Fahri. “Eh, apaan? Aku biasa ajah. Kamu tuh yang lebay. Cepetan naik, ntar hujan lagi lho” balas Fahri tidak terima. Merekapun segera meluncur, dengan kecepatan mulai dari 40 sampai 100 km/jam biasanya tidak sampai dua setengah jam mereka sudah sampai ke Universitas mereka.

Semua berjalan sesuai rencana. Walau sempat diiringi gerimis saat perjalanan namun kini mereka telah tiba tepat waktu. Dan saat inilah yang ditunggu-tunggu oleh Fahri untuk mengutarakan isi hatinya. Fahri rencananya akan mengajak makan Fitri dulu namun sebelum dia mengatakanya, Fitri sudah lebih dulu merengek kelaparan dan mengajak Fahri makan di warung lengganan mereka.

Meraka makan sambil berbincang-bincang, namun Fahri belum mengarahkan perbincangan menenai perasaanya.” Kamu kenapa sih, Kok bengong gitu? Mikirin apa lagi?” tanya Fitri saat melihat gelagat aneh pada Fahri. “Ha? Emm gak papa kok. Aku cuman lagi mikirin hubungan kita” jawab Fahri dengan kelabakan. “Hubungan kita? Maksutnya?” tanya Fitri semakin bingung. Tiba-tiba wajah Fahri menjadi sangat serius, dalam benaknya inilah saatnya ia mengutarakan isi hatinya.

“Aku mau ngomong tapi kamu jangan marah ya?”

“Yaudah cepetan! Mau ngomong apa?”

“Aku sayang kamu Fit”

“Ha? Ka, kamu sayang aku?”

“Iya, kayaknya begitu. Entah kenapa, aku juga tidak tau, semakin lama kita berhubungan semakin tumbuhlah perasaan cintaku padamu. Kamu dah nemenin aku disaat-saat aku lagi down, kamu selalu ada saat aku kesepian, kamu tuh orangnya peka selalu tau apa yang aku pikirin walau kamu gak pernah tanya apa-apa tentangku, kamu care dan baik sama aku. Mungkin itulah alasanya aku jadi suka sama kamu”

“Terus, simpulanya?”

“Simpulanya? Aku juga bingung fit. Aku sayang sama kamu tapi aku gak mau kalau kita pacaran”

“Jadi, maksudnya apa buat semua ini?”

“Aku masih trauma. Aku gak mau cerita kita akan sama separti ceritaku sama Farah. Aku gak mau kalau kita pacaran nanti kita bakal putus dan kita gak bisa sama-sama lagi. Biarlah waktu yang nanti akan menjawab kalau memang kita jodoh pasti gak bakal kemana-mana. Kita jalanin aja dulu hubungan kita sebagai sahabat. Kamu mau kan?”

Sejenak Fitri terdiam dan mencoba mencerna baik-baik ucapan Fahri yang sedikit membingungkannya. Fitri masih shock dengan apa yang baru saja Fahri ucapkan.

“ Emm. Aku juga bingung mau menjawab apa? Itu semua hak kamu kok. Kalau kamu berpikiran seperti itu dan kamu mau hubungan kita seperti itu, ya gak papa. Semua terserah kamu. Aku tau kamu niatnya baik, kamu gak mau kalau kita pacaran ntar terjadi apa-apa dan membuat kita jadi jauh kan?”

“Sori ya Fit. Makasi ya kamu dah ngertiin maksud aku”

“Iya, nyantai ajah. Kamu fokus ajah sama kuliah dan gapailah impianmu. Gak usah terlalu mikirin wanita. Wanita tuh tercipta dari tulang rusuk lelaki dan tugas tulang rusuk adalah menyangga hati, jadi kamu gak usah khawatir tentang tulang rusukmu jika hati yang kamu miliki ini adalah hati yang baik maka tuhanpun akan memilihkan tulang rusuk yang baik pula buat menyangga hatimu. So, don’t be cry. Paham?”

Fahri menjadi terharu mendengar kata-kata dari Fitri, dia amat bersyukur kepada Allah yang telah mempertemukanya dengan Fitri. Sepertinya Fitri memang diutus untuk menghibur dan membangkitkan kembali Fahri dari keterpurukan.

“Iya mamahku yang imut. Anakmu dah paham kok” jawab Fahri sambil tersenyum dan menyentil kenin Fitri. Suasanapun menjadi cair kembali setelah beberapa saat mereka seperti berada di ruang hampa dan waktu seakan berhenti berputar. Kini mereka kembali tertawa lepas seperti biasa walau kini mereka telah tahu perasaan mereka masing-masing namun Fahri dan Fitri tidak mau menggubris itu. Yang terpenting kini mereka bahagia dan bisa terus tertawa bersama.

Beginilah ceritanya, maaf kalau endingnya gantung. Yang terpenting Fahri sudah tidak galau lagi, sekarang serpihan hati yang berceceran kemana-mana telah terkempul dan disatukan kembali bagai puzzle berkat lem perekat serpihan hati ciptaan Fitri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By