Breaking News

Minggu, 14 Februari 2016

LGBT Mendistorsi Seni Memasukkan "Sesuatu"

Oleh: Fuad Akbar Adi

Terkait makin riuh-rendahnya kontroversi LGBT, belakangan tulisan-tulisan mengenai LGBT pun makin marak. Baik itu sifatnya yang pro, kontra, atau pun netral. Tak mau ketinggalan ngehits, pada kesempatan kali ini, saya akan sedikit menggelitik persoalan LGBT lewat sudut pandang saya sendiri yang saya harap tidak mainstream-mainstrem amat. 

Saya sempat bertanya-tanya, kecenderungan menjadi LGBT itu lebih besar menimpa laki-laki atau perempuan? Ternyata setelah coba searching di google, probabilitas perempuan lebih besar ketimbang laki-laki---penjelasan ilmiahnya bisa cek sendiri ya. Waduh, semoga saja mantan-mantan saya tidak move on jadi LGBT pascakandasnya hubungan kita. Ya sebenarnya tidak apa-apa juga, terserah mereka to, yang penting ketika di sidang malaikat jangan bawa-bawa nama saya saja. Hehe. 

Oke, jadi begini, saya akan mencoba bermain analogi. Hubungan seksual dan bermain sepak bola itu sebenarnya memiliki kesamaan yang bersifat filosofis. Seksualitas dan sepak bola itu hanyalah perkara seni memasukkan “sesuatu”. Keindahan dari keduanya terletak saat proses memasukkan itu terjadi. Itu sudah KODRAT Pak, tidak bisa diganggu gugat. Selain itu, kesamaan lainnya adalah keduanya memiliki sebuah tujuan atau GOAl. Goal bagi sepak bola adalah angka yang tercantum pada papan skor sedang goal bagi hubungan seksual tentunya dengan lahirnya mahluk imut-imut yang tangisannya begitu menggemaskan. Fungsinya? Sudah barang tentu, bagi sepak bola goal akan menghadirkan kemenangan dan bagi hubungan seksual goal akan menghadirkan keturunan sebagai penerus eksistensi manusia di dunia ini.

Jika hubungan seksual dianalogikan dengan permainan sepak bola, maka akan seperti ini: Bola sama dengan alat reproduksi laki-laki dan gawang sama dengan alat reproduksi perempuan. Sebelumnya perlu digaris bawahi, GAWANG di sini tentunya komplit dengan tiang dan jaring-jaringnya. Maka, pertanyaan pertama untuk kaum pada huruf pertama LGBT, apa menariknya permainnan sepak bola yang di dalamnya hanya ada gawang tanpa bola? Yang mau ditonton apanya? Tidak ada proses keindahannya sama sekali. Apalagi bila disangkutpautkan dengan goal? MUSTAHIL KUADRAT. 

Lanjut ke G. Ini lebih unik lagi. Pertandingan sepak bola dengan dua bola tanpa gawang? Emmmm, sebenarnya sih ada gawangnya, tapi ini gawang PREMATUR alias KW garis miring PALSU. Sebuah gawang tanpa jaring yang apabila bola ditendang lalu masuk, bola itu akan menghilang. Entah kemana? Ke bangku penonton mungkin. Maksudnya, bola yang dimasukkan ke dalam gawang tanpa jaring tentunya tak akan memberikan bekas berupa bergetarnya jarring-jaring tersebut yang lalu akan dihitung wasit sebagai sebuah goal.

Sama halnya dengan L maupun G, bahkan bisa dikatakan B dan T lebih aneh lagi. Sepak bola TAK BERATURAN. Di mana permainannya campur aduk tanpa adanya kejelasan. Kita mungkin akan dibuat bingun saat menonton karena tak bisa membedakan antara bola dengan gawang. Jelas LGBT adalah bentuk penyimpangan, pelanggaran pada aturan yang dalam hal ini dianalogikan sebagai peraturan sepak bola. Serta mendistorsi/merusak seni yang ada di dalamnya. 

Pesan saya terhadap para LGBT atau Pro LGBT, Anda selalu bersenjatakan HAM sebagai alat pertahanan untuk membenarkan dosa Anda, tapi tanpa Anda sadari sebenarnya Anda telah melanggar Hak kami. Sebagai laki-laki normal yang tentunya sangat menyukai keduanya (sepak bola dan seksualitas) Anda telah melanggar hak kami untuk menikmati dua ikhwal penuh keindahan itu dengan merusak seni yang ada di dalamnya dengan inovasi konyol yang memuakkan. Plis sadarlah, kiamat sudah dekat, sobat!

1 komentar:

  1. Haha, analoginya boleh juga. Yang salah banget itu yg ngajak2 main bola bareng atau jadi gawang bareng. Perkuat iman diri. :3

    BalasHapus

Designed By