B. Kategori Nomina
1. Batasan dan Ciri Nomina
Nomina, yang sering juga disebut
kata benda, dapat dilihat dari tiga segi,
yakni segi semantis, segi sintaktis, dan segi bentuk. Dan segi semantis, kita dapat mengatakan bahwa nomina adalah kata yang
mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, kata seperti guru, kucing, meja, dan kebangsaan
adalah nomina. Dari segi sintaktisnya, nomina mempunyai ciri-ciri tertentu.
1. Dalam kalimat yang predikatnya verba,
nomina cenderung menduduki fungsi subjek,
objek, atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan
dalam kalimat Pemerintah akan
memantapkan perkembangan adalah nomina.
Kata pekerjaan dalam kalimat Ayah mencarikan
saya pekerjaan adalah nomina.
2. Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. Kata pengingkarnya
ialah bukan. Untuk mengingkarkan
kalimat Ayah saya guru harus dipakai
kata bukan: Ayah saya bukan guru.
3. Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun
dengan diantarai oleh kata yang. Dengan deniikian, buku dan rumah adalah nomina
karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah mewah atau buku yang baru dan rumah
yang mewah.
2. Nomina dari Segi Perilaku Semantisnya
Tiap kata dalam bahasa mana pun
mengandung fitur-fitur semantik yang secara universal
melekat pada kata tersebut. Nomina tidak
terkecualikan. Makna vang dalam bahasa Indonesia dinyatakan oleh kata seperti kuda dalam budaya mana pun memiliki fitur-fitur semantik yang universal; misalnya, kakinya yang empat, adanya mata yang jumlahnya ada dua, warna tubuhnya yang bisa hitam, putih, coklat,
atau abu-abu.
Jalur semantik tampaknya hanya bersifat kodrati dan sering tidak diperhatikan. Akan tetapi, fitur-fitur seperti ini penting dalam bahasa karena penyimpangan dan sifat kodrati ini akan menimbulkan keganjilan. Karena warna badan kuda hanya bisa hitam, putih,
cokelat, atau abu-abu (dan mungkin pula belangbelang atau campuran dari warna-warna itu), maka sangatlah aneh bila kita berkata Kuda saya hijau karena
fitur semantik hijau tidak ada
pada kuda Demikian pula halnya dengan fitur mata. Sangatlah lumrah kalau orang
berkata Kuda saya ada belangnya. Akan tetapi, sangat ganjil kalau kita berkata Kuda saya ada
matanya karena mata merupakan
bagian yang talc terpisahkan dari pengertian kuda.
Fitur semantik untuk kuda mencakup
pula pelbagai kegiatan yang bisa dilakukan oleh kuda
seperti berdiri, lari, jatuh, dan makan. Ada
kegiatan-kegiatan lain yang tidak dilakukan oleh kuda seperti berdoa, membaca, dan merokok.
Kata jeruk, misalnya,
mengandung fitur semantik yang mencakup, antara lain,
warna, ukuran, berat, dan bentuk yang bundar. Tidak ada jeruk yang bentuknya memanjang. Kalau sekarang kegiatan seekor kuda dikaitkan dengan jeruk lalu kita ciptakan kalimat
(1) Kuda hijau saya merokok selusin
jeruk.
maka kita lihat bahwa dari segi sintaksis kalimat (1) di atas memenuhi semua persyaratan sebagai kalimat. Akan tetapi, dari segi makna atau semantik kalimat (1) tidak bisa diterima karena (a) tidak ada kuda yang berwarna hijau,(b) kalaupun ada, kuda tidak melakukan perbuatan merokok, dan (c) kalaupun ada kuda yang merokok, bukan jeruk yang dirokok.
Perhatikan pentingnya kita
menyadari adanya fitur semantik yang kodrati pada kata
seperti pada contoh berikut: meja, laci, dan rumah. Meja adalah suatu benda yang secara
kodrati memiliki permukaan yang rata. Sebaliknya, laci adalah suatu
benda yang mengandung rongga; dan rumah adalah
suatu rongga (atau ruangan) pula, tetapi dengan ukuran
yang jauh lebih besar daripada laci. Karena sifatsifat seperti ini, frasa di
meja pada umumnya diartikan sebagai di atas meja. Dengan kata
lain, di meja dan di atas meja mempunyai makna yang sama. Kata laci juga
mempunyai perilaku semantik yang
paralel dengan meja. Karena laci
mengandung fitur "rongga", frasa
di laci sama maknanya dengan iii
dalam laci. Tidak mungkin di lad diartikan sebagai di atas laci. Pengertian adanya rongga bisa pula menyangkut besar-kecilnya rongga tersebut.
Sebuah rumah mempunyai rongga (ruangan)
yang tentunya jauh lebih besar daripada laci. Kenyataan ini menyebabkan adanya perbedaan makna antara di rumah dengan di
dalam rumah.
Dari ketiga contoh ini saja
tampaklah bahwa pemakaian preposisi di, di dalam, dan di atas dipengaruhi oleh fitur semantik yang ada pada nomina porosnya. Suatu benda yang rata seperti meja tentunya tidak mempunyai rongga untuk penyimpanan dan, akibatnya, tidak mungkin dapat digabung dengan preposisi dalam. Frasa *di dalam meja tidak bisa kita
terima. Sebaliknya, laci dan rumah mempunyai rongga dan juga mempunyai tempat di mana sesuatu dapat berada di atasnya. Karena itu, baik di, dalam,
maupun atas dapat
semuanya dipakai tentunya dengan makna yang
berbeda-beda.
Karena bahasa tumbuh dalam suatu
masyarakat yang memiliki budaya tersendiri,
maka kata-kata dalam bahasa sering pula dipengaruhi oleh
budaya masyarakat yang bersangkutan. Kata dalam bahasa mengandung fitur-fitur semantik yang sifatnya konvensional, yakni yang tumbuh dari tata budaya setempat. Misalnya, karena dalam tata budaya Indonesia peran lelaki lebih dominan daripada peran wanita, nomina seperti gadis dapat
melakukan banyak perbuatan, tetapi ada pula perbuatan
yang umumnya tidak dilakukan oleh seorang
wanita. Karena kendala semantik ini, kalimat (2) tidak lumrah; kalaupun dipakai ada makna tambahan yang muncul seperti keagresifan atau kekayaan gadis tersebut. Alih-alih kalimat (2), orang umumnya memakai kalimat (3) atau (4).
1)
Gadis itu akan mengawini Achmad minggu depan.
2)
Gadis itu akan kawin dengan Achmad minggu depan.
3)
Achmad akan mengawini gadis itu minggu depan.
3. Nomina dari Segi
Perilaku Sintaktisnya
Dengan mempertimbangkan fitur
semantiknya, uraian tentang nomina dari segi
perilaku sintaktisnya berikut ini akan dikemukakan berdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa ada frasa nominal, nomina berfungsi sebagai inti atau poros frasa. Sebagai inti frasa, nomina menduduki bagian utama, sedangkan pewatasnya berada di muka atau di belakangnya. Bila pewatas frasa nominal itu berada di muka, pewatas ini umumnya berupa numeralia atau kata tugas.
Contoh:
lima lembar
seorang guru
beberapa sopir
bukan jawaban
banyak masalah
Kalau pewatas berada di belakang
nomina, frasa nominal dapat berupa urutan dua
nomina atau lebih atau nomina yang diikuti oleh adjektiva, verba, atau kelas kata yang lain. Dengan kata lain, nomina yang merupakan
inti frasa itu diikuti oleh pewatas yang berupa nomina, adjektiva, verba, atau kelas kata yang lain.
Contoh:
masalah penduduk
buku catatan
uang saku bulanan
kelas ringan
pendapat yang aneh istilah baru
pola berpikir
keluarga berencana
tabungan berjangka
rumah kita
masa kini
perbuatan itu
Nomina jugs digunakan dalam frasa
preposisional. Dalam frasa preposisional ini,
nomina bertindak sebagai poros yang didahului oleh preposisi tertentu.
Contoh:
di kantor
ke desa
dari markas untuk adikmu pada
masa itu
Baik sebagai nomina tunggal maupun
dalam bentuk frasa, nomina dapat menduduki posisi (a)
subjek, (b) objek, (c) pelengkap, atau (d)
keterangan.
Contoh:
a. Manusia pasti mati. Masalah penduduk memerlukan
penanganan yang serius. Penjarahan bulan Mei tahun 1998 itu memalukan
bangsa.
b. Swastanisasi
membutuhkan uang. Perusahaan
kami sedang mencari manajer yang
terampil. Demokrasi memerlukan keterbukaan.
c. Petani mulai segan bertanam padi. Itu
baru merupakan suatu pendapat. Dia menyerupai ibunya.
d. Mereka akan datang Minggu pagi. Di
belakang rumah tumbuh pohon beringin yang besar. Kami baru raja
kembali dari Padang.
Agar suatu nomina atau frasa nominal
dapat berfungsi dengan baik, diperlukan adanya keserasian semantik antara
nomina atau frasa nominal tersebut dengan
predikat atau unsur-unsur lain yang terlibat. Misalnya, predikat merokok memerlukan subjek nomina yang mempunyai fitur semantik bernyawa dan
manusia. Karena itulah kalimat (1)
mengenai kuda yang merokok itu kita tolak atau kita anggap aneh.
4. Nomina dari Segi
Bentuknya
Dilihat dari segi bentuk
morfologisnya, nomina terdiri atas dua macam, yakni (1)
nomina yang berbentuk kata dasar dan (2) nomina turunan. Penurunan nomina ini dilakukan dengan (a) afiksasi, (b) perulangan, atau (c) pemajemukan. Secara skematis, nomina bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
a) Nomina Dasar
Nomina dasar adalah nomina yang hanya terdiri atas sate modern. Berikut adalah beberapa contoh nomina dasar yang dibagi menjadi nomina dasar umum dan nomina dasar khusus.
a Nomina Dasar Umum
gambar tahun
meja pisau
rumah tongkat
malam kesatria
minggu hukum
b, Nomina Dasar Khusus
adik Bawuk paman
atas Farida Pekalongan
batang Selasa Pontianak
bawah butir Kamis
dalam muka Maret
Jika kita perhatikan benar kategori
nomina itu, baik yang dasar maupun yang turunan, maka akan
kita sadari bahwa di balik kata itu terkandung pula
konsep semantis tertentu. Nomina dasar umum malam, misalnya, tidak
mempunyai ciri makna yang mengacu ke tempat.
Sebaliknya, nomina dasar umum meja dan rumah mengandung makna tempat. Dengan demikian, kita dapat membentuk kalimat seperti Letakkanlah penamu di meja, tetapi kita tidak dapat membentuk kalimat *Letakkanlah penamu di malam. Acapkali makna suatu verba mempengaruhi pula arti preposisi seperti di atas. Kalimat Dia memasukkan ketimun ke kulkas sama maknanya dengan Dia memasukkan ketimun ke dalam kulkas. Akan tetapi, pengertian ke dan ke dalam itu berubah jika verbanya,
misalnya, melemparkan. Perhatikan perbedaan kedua kalimat berikut: Dia melemparkan ketimun ke kulkas dengan Dia
melemparkan ketimun ke dalam kulkas.
Nomina dasar umum malam, minggu, dan
tahun tidak memiliki ciri semantis yang
mengacu pada tempat, tetapi mengacu pada waktu. Karena ciri inilah maka nomina seperti itu dapat menjadi keterangan waktu: malam Senin, minggu depan, tahun 1998. Sebaliknya, kodrat nomina seperti pilau dan tongkat memungkinkan kita untuk
mengacu pada alat untuk melakukan perbuatan.
Karena itu, kita dapat memakainya sebagai keterangan alat: dengan
pisau, dan tongkat. Selanjutnya,
nomina seperti kesatria dan hukum tidak memiliki ciri semantis tempat, waktu, ataupun alat, tetapi memiliki ciri yang mengacu pada
cara melakukan perbuatan. Dengan demikian, kita memperoleh frasa yang menjadi keterangan cara seperti secara kesatria
dan secara hukum.
Ciri semantis
yang melekat secara hakiki pada tiap kata sangatlah penting dalam bahasa karena ciri itulah yang
menentukan apakah suatu bentuk
dapat diterima oleh penutur asli atau tidak. Pembolakbalikan contoh di atas akan menyebabkan kita
menolaknya. Bentuk yang berikut
tidaklah dapat kita terima: *secara minggu,
*secara tongkat, *dengan tahun, atau *di atas tahun.
kelompok nomina
dasar khusus di atas kita temukan bermacam-macam subkategori kata dengan beberapa fitur semantiknya.
1. Nomina yang diwakili oleh atas, dalam, bawah, dan muka mengacu pada
tempat seperti di atas, di bawah, di dalam. Frasa preposisional ini juga dapat bergabung dengan nomina lain sehingga menjadi
preposisi gabungan seperti di atas atap, di bawah meja, di dalam rumah.
2. Nomina yang diwakili oleh Pekalongan dan Pontianak mengacu pada nama geografis.
3. Nomina yang diwakili oleh butir dan batang menyatakan penggolongan kata berdasarkan bentuk rupa acuannya
secara idiom atis.
4. Nomina yang diwakili oleh Farida dan Bawuk mengacu pada nama diri orang.
5. Nomina yang diwakili oleh paman dan adik mengacu pada
orang yang masih mempunyai hubungan
kekerabatan.
6. Nomina yang diwakili oleh Selasa dan Kamis mengacu pada
nama hari.
Secara sepintas
pembagian seperti itu tidak berguna; tetapi jika kita perhatikan benar perilaku bahasa pada
umumnya dan bahasa Indonesia
pada khususnya, kita akan tahu bahwa pengertian mengenai ciri semantis kata sangatlah penting. Jika
ada kalimat yang melanggar
ciri semantis, kalimat itu akan kita tolak, kita beri arti yang unik, atau kita anggap aneh. Perhatikan
pelanggaran ciri semantis dalam
ketiga kalimat berikut.
1) Selasa melempari rumah itu.
2) Yang datang ke rapat hanya tiga butir.
3) Pak Nurdin akan mengawini adik kandungnya sendiri.
Kalimat (5)
kita tolak karena Selasa sebagai nomina mengacu pada waktu sehingga tidak mungkin dapat bertindak
sebagai subjek dalam kalimat
itu. Jika kalimat (6) mempunyai arti, nomina butir mempunyai
pengertian khusus pada orang yang datang ke rapat. Sekalipun gramatikal, kalimat (7) dalam budaya kita
sangatlah aneh karena dalam
ciri semantis adik kandung menyiratkan pengertian bahwa orang boleh kawin dengan seseorang yang bukan
kakak, adik, paman, ayah,
atau kakeknya sendiri.
Dari gambaran di
atas jelaslah bahwa ciri semantis untuk tiap kata dalam bahasa sangat penting dan mempunyai implikasi sintaktis yang membuat penutur asli memiliki
kemampuan untuk menilai
keberterimaan suatu kalimat atau tuturan.
b) Nomina Turunan
Nomina dapat
diturunkan melalui afiksasi, perulangan, atau pemajemukan. Afiksasi nomina adalah suatu
proses pembentukan nomina dengan
menambahkan afiks tertentu pada kata dasar. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penurunan nomina
dengan afiksasi adalah
bahwa nomina tersebut memiliki sumber penurunan dan sumber ini belum tentu berupa kata dasar. Nomina
turunan seperti kebesaran
memang diturunkan dari kata dasar besar sebagai sumbernya, tetapi pembesaran tidak diturunkan
dari kata dasar yang sama, besar,
tetapi dari verba membesarkan.
Sumber sebagai
dasar penurunan nomina ditentukan oleh keterkaitan makna antara sumber tersebut dengan turunannya. Kebesaran bermakna keadaan besar' karena itu, kebesaran diturunkan dari adjektiva besar. Akan tetapi,
makna pembesaran berkaitan dengan perbuatan membesarkan, bukan dengan `keadaan besar. Karena itu, pembesaran diturunkan bukan dari adjektiva besar, tetapi dari verba membesarkan.
Proses yang
sama juga terjadi pada penurunan nomina-nomina lain seperti terlihat dalam contoh-contoh berikut.
Karena
keterkaitan makna merupakan dasar untuk menentukan sumber, maka dalam kebanyakan hal tiap nomina
turunan mempunyai
sumbernya sendiri-sendiri. Nomina turunan seperti pertemuan dan penemuan, misalnya, tidak diturunkan dari sumber yang sama, yakni, temu, tetapi dari dua verba
yang berbeda. Pertemuan diturunkan dari verba bertemu, sedangkan penemuan dari verba menemukan. Penemuan juga tidak diturunkan dari verba menemui karena antara menemui dengan penemuan tidak
ada keterkaitan makna.
Dalam bahasa
Indonesia sering ada dua verba yang maknanya sangat dekat. Verba membesarkan dan memperbesar,
misalnya, sama-sama
mengandung makna 'menyebabkan sesuatu menjadi besar atau lebih besar.' Karena hal seperti ini,
maka nomina turunan pembesaran tidak mustahil diturunkan baik dari verba membesarkan
maupun memperbesar.
Di pihak lain,
bahasa Indonesia kontemporer juga menunjukkan adanya kecenderungan untuk memunculkan
bentukan-bentukan baru sesuai
dengan kebutuhan. Tampaknya karena adanya perbedaan makna yang halus antara verba dengan meng- dan
memper-, maka kini ada nomina
yang hanya berkaitan dengan verba memper-:nomina pemersatu, pemerkaya, dan pemerhati masing-masing diturunkan dari verba mempersatukan, memperkaya, dan memperhatikan.
Sejauh mana
kedekatan makna dua verba untuk menjadi sumber penurunan nomina tidak mudah ditentukan. Verba menjual, menjualkan, dan menjuali, misalnya, jelas mempunyai makna
yang berdekatan. Namun, nomina penjualan
harus dianggap sebagai turunan hanya dari verba menjual saja karena makna penjualan tidak menyangkut pengertian benefaktif (menjualkan)
maupun iteratif (menjuali).
Dan
contoh-contoh di atas tampaklah bahwa nomina turunan dibentuk dari verba atau adjektiva sebagai
sumbernya. Meskipun proses ini
adalah proses yang paling umum, ada pula nomina yang diturunkan dari kelas kata yang lain. Hal ini
terjadi bila nomina dari kelas kata yang lain itu tidak mempunyai verba. Nomina perempatan, misalnya, diturunkan dari numeralia empat; demikian
pula halnya dengan nomina pertigaan
yang diturunkan dari numeralia tiga.
Dalam kasus yang
lain, bisa saja kata dari kelas kata tersebut mempunyai verba, tetapi maknanya tidak berkaitan
dengan nomina yang diturunkan.
Kata dasar nomina raja, misalnya, memang mempunyai verba merajakan dan merajai. Nomina
turunan kerajaan tidak berkaitan makna dengan kedua verba itu, tetapi dengan kata dasarnya, raja. Karena itu, nomina kerajaan
tidak diturunkan dari verba merajakan atau pun merajai, tetapi dari nomina raja.
Demikian pula dengan
kata kelurahan dan kecamatan yang masing-masing diturunkan dari nomina lurah dan camat.
c)
Afiks dalam
Penurunan Nomina
ada dasarnya ada tiga prefiks dan
satu sufiks yang dipakai untuk menurunkan
nomina, yaitu prefiks ke-, per-, dan peng-serta sufiks -an. Karena prefiks dan sufiks dapat
bergabung, seluruhnya ada tujuh
macam afiksasi dalam penurunan nomina:
(1) ke- (5)
peng‑
(2) per- (6) per-an
(3) peng- (7) ke-an
(4)
-an
Prefiks per- mempunyai
tiga alomorf, yakni per-, pel-, dan pe-. Prefiks peng- mempunyai enam alomorf: pem-,
pen-, peny-, peng, penge, dan pe-. Karena
prefiks per- ataupun peng- mempunyai alomorf yang wujudnya sama, yakni pe-, maka dalam
menentukan keanggotaan prefiks ini kita
harus hati-hati. Nomina berikut diturunkan dengan memakai dua prefiks yang berbeda meskipun ujudnya
sama:
(a) pewaris
pelukis àpe- adalah alomorf dari peng‑
pemasak
(b) pedagang
petani àpe- adalah alomorf
dari per‑
petinju
Kelompok (a)
diturunkan melalui proses morfofonemikyangteratur, yakni bahwa di muka fonem seperti 1w, 1, m/ prefiks peng-
berubah menjadi pe-.
Kelompok (b) diturunkan melalui proses morfonemik yang tidak teratur. Bentuk pedagang, misalnya,
diturunkan dari verba berdagang
yang mengandung fonem /r/. Namun, dalam proses pertumbuhan bahasa Indonesia banyak kata yang tidak
lagi memiliki fonem /r/ ini dalam
bentuk nominanya.
Di samping
prefiks dan sufiks di atas, ada pula infiks meskipun kini sudah tidak produktif lagi. Infiks-infiks ini
adalah: -el-, -er-, -in-, dan - em- . Karena
adanya kontak dengan bahasa-bahasa lain, kini bahasa Indonesia juga memiliki afiks-afiks yang berasal dari bahasa asing: -wan, -wati, -at, -in, -isme,
-(is)asi, -logi, dan -tas.
5. Morfofonemik Afiks Nomina
Karena morfofonemik berkaitan dengan
perubahan fonem antara akhir suatu suku dengan permulaan
dari suku lain yang mengikutinya dan dalam hal
penurunan nomina fonem akhir afiks nomina sama dengan fonem akhir afiks verba, maka morfofonemik afiks nomina sama dengan morfofonemik afiks verba. Misalnya, bila dalam verba prefiks meng- berubah
menjadi men- waktu ditempelkan
pada suku yang mulai dengan fonem /d/ (meng- + dapat — mendapat), maka hal yang sama
juga terjadi pada nomina: peng- berubah
menjadi pen- bila diikuti /d/ (peng + datang -> pendatang). Lihat selanjutnya morfofonemik verba pada Bab IV.
6.
Morfologi dan Semantik
Nomina Turunan
Dalam bahasa Indonesia, kata dasar
tertentu dapat langsung menjadi nomina dengan memakai afiks tertentu. Kecuali
untuk menyatakan makna brang yang atau slat untuk
(verbs)', yang umumnya dinyatakan dengan prefiks peng-, masing-masing kata dasar atau sumber mempunyai afiks sendiri-sendiri. Kata seperti menang dan berani dapat dijadikan nomina hanya jika afiks yang dipakai adalah ke-an sehingga
tercipta nomina kemenangan dan keberanian.
Sebaliknya, verba seperti memeriksa dan menghargai hanya dapat ditautkan dengan peng-an: pemeriksaan, penghargaan. Demikian
pula halnya
dengan per-an yang umumnya
bertaut dengan kata seperti berjuang dan berdagang sehingga kita peroleh nomina seperti perjuangan dan perdagangan.
Karena kecenderungan yang saling menolak itu, dalam bahasa Indonesia tidak kita temukan nomina seperti *permenangan,
*keperiksaan, dan *penjuangan.
Namun, tidak juga benar bahwa tidak
ada kata dasar lain yang memiliki keanggotaan rangkap. Bahkan sebaliknya, cukup
banyak kata yang dapat bergabung dengan dua macam afiks atau
lebih meskipun kalau diurut bentukan ini
berasal dari sumber yang berbeda.
Misalnya, dari kata dasar satu (dengan
verbanya bersatu dan menyatukan)
kita temukan nomina kesatuan,
persatuan, dan penyatuan.
7. Kontras
Antarnomina
Karena kata
dasar dapat diberi afiks yang berbeda-beda, banyak nomina dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya
perlu benarbenar
mempertimbangkan perbedaan bentuk dan maknanya. Perhatikan contoh-contoh berikut.
(a) penyerahan - perbuatan menyerahkan *serahan
(b) pengosongan -
perbuatan mengosongkan kekosongan - keadaan kosong
(c) perbedaan - keadaan berbeda; hasil membedakan
pembedaan - perbuatan membedakan
pembedaan - perbuatan membedakan
pembeda - hal atau faktor yang membedakan bedaan bedaan
(d) satuan - yang berciri satu
persatuan - keadaan bersatu
penyatuan - perbuatan menyatukan kesatuan
- hasil menyatukan
(e) persediaan -
cadangan, hal bersedia
penyediaan - perbuatan menyediakan
penyediaan - perbuatan menyediakan
kesediaan - keadaan bersedia untuk melakukan sesuatu
sediaan - hasil menyediakan
Dari contoh di
atas tampak bahwa beberapa nomina dengan dasar yang sama dalam bahasa kita menimbulkan makna yang
berbedabeda. Tampak
pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak atau belum ada dalam bahasa kita. Karena makna sufiks -an
adalah hasil yang dinyatakan verba
(lukisan thasil melukis'), maka hasil menyerahkan' harusnya adalah serahan. Dalam bahasa
Indonesia bentuk ini belum dipakai meskipun sebenarnya potensial. Orang mencari cara lain untuk mengungkapkan makna ini, misalnya, dengan
mengatakan "yang kami serahkan
ini sekadar tanda Mata."
Tidak munculnya
suatu bentuk yang potensial dapat juga karena adanya bentuk lain yang kebetulan telah dipakai di dalam masyarakat. Dalam bahasa kita, bentuk *bedaantidaklazim dipakai. Hal ini
tampaknya karena dalam bahasa kita telah ada nomina perbedaan yang telah
memikul makna yang seharusnya dinyatakan oleh *bedaan.
8. Nomina dengan
Dasar Polimorfemis
dua kelompok kata turunan yang waktu diturunkan menjadi nomina tidak menanggalkan prefiksnya, tetapi menjadi sumber bagi
pengimbuhan yang lebih
lanjut. Perhatikan contoh yang berikut.
(a) bersama kebersamaan - -
berangkat keberangkatan pemberangkatan -
berhasil keberhasilan ‑
(b)
seragam keseragaman penyeragaman -
seimbang keseimbangan penyeimbangan -
sesuai kesesuaian penyesuaian persesuaian
(c)
terpadu keterpaduan
terlibat keterlibatan
terlaksana keterlaksanaan - ‑
(d)
mempersatukan pemersatuan - -
mempercepat pemercepatan - -
memperhatikan pemerhati
memperhatikan pemerhati
Selanjutnya
masih ada contoh nomina turunan yang juga menjadi sumber bagi penurunan yang lebih lanjut.
(e) memimpin pemimpin kepemimpinan
menduduki penduduk kependudukan
mendidik pendidik kependidikan
Gejala yang
dicontohkan di atas mulai disenangi orang meskipun pada saat ini belum semua bentuk yang berprefiks
seperti itu dapat diturunkan
menjadi nomina berdasarkan kaidah itu.
9. Penurunan Nomina dengan -El-, -Er-, -Em-,
dan -In‑
Penurunan nomina
dengan memakai infiks, yakni imbuhan yang disisipkan, tidaklah produktif lagi dalam bahasa Indonesia. Kita temukan kini beberapa contoh yang sudah membatu
dan oleh banyak orang
dianggap sebagai kata yang monomorfemis.
Contoh:
(a)
tunjuk telunjuk (c) kuning kemuning
patuk pelatuk kelut kemelut
gembung gelembung kilau kemilau
tapak telapak
gigi geligi
(b)
sabut serabut (d) kerja kinerja
suling seruling sambung sinambung
gigi gerigi tambah tinambah
10. Penurunan
Nomina dengan -Wan/Wati
Nomina dengan
afiks -wan/-wati mengacu kppada (a) orang yang ahli dalam bidang tertentu, (b) orang yang mata
pencarian atau pekerjaannya
dalam bidang tertentu, atau (c) orang yang memiliki barang atau sifat khusus. Sufiks -wan mempunyai
alomorf -man dan -wati. Pada masa lampau alomorf -man diletakkan pada dasar
yang berakhir dengan fonem /i/
seperti terlihat pada kata budiman dan seniman. Sufiks -man tidak produktif lagi; pembentukan nomina
Baru sering mempergunakan -wan.
Alomorf -wati dipakai untuk
mengacu pada perempuan. Seorang pekerja perempuan, misalnya, dinamakan karyawati, sedangkan rekan prianya dinamakan karyawan. Dalam
perkembangan .bahasa Indonesia,
orang mulai memakai bentuk dengan -wan untuk merujuk baik pria maupun wanita. Bila ingin secara khusus
merujuk pada kewanitaannya,
barulah dipakai -wati. Dengan kata lain, wartawati pastilah
seorang jurnalis wanita, tetapi wartawan bisa mengacu pada yang pria ataupun yang wanita. Berikut ini disajikan beberapa contoh.
a. ilmuwan -orang yang ahli di bidang ilmu
budayawan - orang yang ahli di bidang budaya sejara(h)wan
budayawan - orang yang ahli di bidang budaya sejara(h)wan
- orang yang
ahli di bidang sejarah rohaniwan
- orang yang ahli di bidang rohani bahasawan
- orang yang ahli
di bidang bahasa
b. karyawan - orang yang mata pencariannya berkarya
(sebagai pegawai)
wartawan - orang yang pekerjaannya dalam bidang pewartaan
usahawan - orang yang pekerjaannya
dalam bidang usaha
olahragawan - orang yang
secara khusus memahirkan diri di bidang
olahraga
c. dermawan - orang yang suka berderma
hartawan - orang yang memiliki banyak harta
rupawan - orang yang memiliki rupa elok
bangsawan - orang yang berbangsa/berketurunan orang mulia
Dengan adanya kemungkinan membentuk
nomina lewat penambahan sufiks -wan/wati, pemakai bahasa
Indonesia berpeluang memilih cara
pembentukan nomina dengan prefiks per-, peng-, atau dengan memakai sufiks -wan/-wati. Kaidah untuk menentukan bentuk mana yang dipakai bersifat idiomatis;
artinya, pilihannya hanya
berdasar pada adat bahasa. Orang yang hidup dari, atau yang bergerak di bidang seni, secara idiomatis disebut
seniman, dan bukan *peseni. Demikian
pula kita dapati kata budiman, hartawan,
Ilmuwan yang sudah baku dan mantap sehingga kita menolak
bentuk lain sep
" *pembudi, *pengharta dan *pengilmu.
11.
Penurunan Nomina dengan -At/-In dan -A/-I
Dalam
bahasa Indonesia ada kelompok kecil nomina yang diturunkan dengan sufiks -at dan -in yang maknanya
berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin
atau jumlah.
Contoh:
Tunggal/pria Tanggal/wanita Jamak/pria-wanita
muslim muslimat muslimin
mukmin mukminat mukminin
hadirat hadirin
Rujukan
pada pria dan wanita sangat umum di dalam bahasa kita. Di samping contoh-contoh di atas, kita
temukan pula bentuk yang
perbedaannya hanya terletak pada alternatif antara fonem /a/ untuk pria dan /i/ untuk wanita pada akhir kata.
Contoh:
dewa " dewi
putra " putri
pemuda " pemudi
mahasiswa " mahasiswi
Seperti halnya -wan dan -wati, ada kecenderungan pada masa kini untuk memakai bentuk /i/ khusus untuk
wanita, sedangkan bentuk /a/
untuk pria maupun wanita. Seseorang yang bertanya "Putra Ibu berapa?" bisa mendapat jawaban "Tiga, Pak;
dua laki-laki dan satu perempuan." Sebaliknya, pertanyaan "Dari tiga itu, yang putri
berapa?" jelas
menanyakan berapa jumlah anak perempuan dalam keluarga tersebut. Demikian pula pernyataan "Di universitas kami ada sekitar 8.500 mahasiswa" merujuk pada mahasiswa ataupun mahasiswi yang terdaftar. Akan tetapi,
pernyataan "Dari jumlah 8.500, mahasiswinya 4.125 orang"
mengungkapkan jumlah wanita yang kuliah di sana.
12. Penurunan Nomina dengan -Isme, -(Is)Asi,
-Logi, dan Tas
Mula-mula nomina dengan sufiks -isme dan -tas dipungut dari
bahasa asing. Akan tetapi; lambat laun afiks itu menjadi produktif sehingga bentuk -isme,
-(is)asi, -logi, dianggap layak diterapkan juga pada dasar kata
Indonesia.
Contoh:
a. komunisme sukuisme
liberalisme bapakisme
kapitalisme marhaenisme
b.
kolonialisasi kaderisasi
modernisasi kuningisasi
elektrifikasi organisasi
c.
biologi teknologi
ekologi Balinologi
hidrologi
d. kualitas produktivitas
realitas universitas
aktivitas
Selama afiks asing itu bermanfaat
dan bahasa Indonesia tidak memiliki padanan
-nya yang tepat, afiks itu dapat diterima seperti halnya kita pernah menerima sufiks -wan/-man.
Jika imbuhan Indonesia dapat
mengungkapkan konsep yang sama, afiks asing itu tidak perlu kita pakai. Sufiks -(is)asi,
misalnya, berpadanan dengan konfiks peng--an, dan sufiks -tas sering berpadanan dengan konfiks ke--an. Bandingkanlah
pasangan di bawah ini.
(a) ionisasi : pengionan
unifikasi : penyatuan/pemersatuan
efektivitas : keefektifan
produktivitas : keproduktifan
1. Kelas Nomina
Untuk menentukan suatu kata termasuk
nomina, digunakan penanda valensi sintaktis karena perangkat kategori
morfologis pembangun kerangka sistem morfologi nomina itu ditandai oleh valensi
sintaktis yang sama, yaitu (1) mempunyai potensi berkombinasi dengan kata bukan,
(2) mempunyai potensi didahului oleh kata di, ke, dari, pada.
Kelas nomina yang ditemukan dan data
terdiri dan: (1) nomina murni, yakni nomina yang tidak berasal dari kelas kata
lain, (2) nomina deverbal, yakni nomina yang terbentuk dari verba.
a. Nomina Murni
Nomina murni terdiri dari nomina
dasar (monomorfemis) dan nomina turunan (polimorfemis). Nomina turunan yang
terbentuk dari kata-kata nomina disebut nomina denominal.
Ø Nomina Dasar
Nomina murni berbentuk dasar yang
ditemukan pada data ada lima macam yaitu:
Contoh: anak,baju, kepala, orang,
nasi rumah, pakaian, pasar, perut, piring, plastik, rejeki, salak, logam
lengan, lantai, lekaki, kursi, kota, panggung, kilometer, kelas, kaos, jalan,
huja, gerimis, gelas, gambar, buah, ujung, uang, tempat, televisi,teh, tangan,
tamu, tali, sisi, sepatu, wong, bulan, mata,
Ø Nomina Denominal
Nominal denominal yang d.temukan
pada data, terdin dari beberapa kategori morfologis. Semuanya terbentuk dengan
denvasi, berpangkal pada nomina dasar, yakni:
Ø Kategori D-an.’
Kategori ini menyatakan makna
‘daerah/wilayah/komplek/kurnpulan sesuatu yang tersebut pada pangkal
pembentukan’. Contoh: pakaian,
Ø Kategori D-an”
Kategori ini menyatakan makna
‘hasil’. Contoh: ikatan, sebutan
Ø Kategori se-D
Kategori ini menyatakan makna
‘satu”. Contoh: sebatangkara
Ø Kategori D-D1-an
Kategori ini menyatakan makna
‘seperti’. Contoh: orang-orangan
Ø Kategori per-D-an’
Kategori ini menyatakan makna “hal’
. Contoh: perhatian
Ø Kategori ke-D-an’
Kategori ini menyatakan makna “hal’
. Contoh:kesempatan
Ø Kategori pcng-D-an
Kategori ini menyatakan makna
‘proses’. Contoh: pengalaman
b. Nomina Transposisi
Dari data nomina transposisi tidak ditemukan dalam kartu kata
Perubahan
Kata Dasar Menjadi Kata Turunan
yang
Mengandung Berbagai Arti
Kata
Dasar
|
Pelaku
|
Proses
|
Hal/Tempat
|
Perbuatan
|
Hasil
|
Asuh
baca
bangun
buat
cetak
edar
potong
sapu
tulis
ukir
|
pengasuh
pembaca
pembangun
pembuat
pencetak
pengedar
pemotong
penyapu
penulis
pengukir
|
pengasuhan
pembacaan
pembangunan
pembuatan
pencetakan
pengedaran
pemotongan
penyapuan
penulisan
pengukiran
|
perbuatan
percetakan
peredaran
perpotongan
persapuan
|
mengasuh
membaca
membangun
membuat
mencetak
mengedar
memotong
menyapu
menulis
mengukir
|
asuhan
bacaan
bangunan
buatan
cetakan
edaran
potongan
sapuan
tulisan
ukiran.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar